Pengantar
Kalau kita perhatikan degan seksama hampir semua kegiatan masnusia
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan persaaannya.
Mereka bekerja mencari makan untuk mengobati sakit lapar. memilih jenis makanan untuk
merasakan kenikmatannya. mendirikan rumah untuk menjaga dari rasa dingin dan
tidak menderita terluta-lunta dijalan. menjalin keluarga, mendengarkan lagu,
menikmati alam, menjadi juara dan menjalin hubungan baik dengan lingkungan, dan
lain sebagainya.
Masyarakat global adalah masyarakat yang menawarkan perasaan kebebasan
moral dan ekonomi, kebebasan berpakaian, memperoleh pendidikan, bekerja dan
seksual. dalam ekonomi, semua orang diberi hak menggali sumber-sumber ekonomi,
memiliki harta kekayaan sebesar-besarnya dan mempergunakannya.
Bahkan diberi
berbagai penghargaan seperti ratu kencantikan, pemilihan artis dan aktor, serta
pemulihan orang terkaya ting kat dunia atau benua. masyarakat global memberikan
saluran seluas-luasnya untuk melampiskan persaaan manusia. pada kondisi ini
agama yang hanya menjual keyakinan, kewajiban, larangan serta tidak mampu
menjadikan kegiatannya sebagai kenikmatan pasti akan tergilas. Masyarakat akan
menjahuinya, kalaupun terpaksa beragama untuk tuntutan budaya atau hanya
sebagai formalitas.
Kegiatan ibadah dilakukan kalau ada kesempatan. dan mereka biasa
melakukan kemaksiatan, korupsi berzina, sex bebas bahkan merendahkan ajaran
Allah sendiri. jika agama islam ingin bertahan di masyarakat global, seharusnya
umat islam dalam melaksanakan kegiatan agama tidak hanya berdasarkan pada
wawasan dan rasionalitas melainkan mampu
merasakan spesifiknya merasakan nikmat kebesaran Allah. dengan demikian, umat islam bisa bersaing dengan masyarakat global dalam
menjual produk-produk kenikmatan hidup.
Merasakan Kenikmatan beragama.
Menurut penulis ada empat kegiatan beragamaan yang dapat mimbulkan
ketentraman jiwa dan kenikmatan hidup, tanpa harus meninggalkan kegiatan
ekonomi dan kebebasan yang mendasarkan pada moralitas.
Pertama, merasakan
kebesaran Allah baik melewati ciptaanya berupa alam semesta.
Kedua, merasakan
ajaran hidup yan diberikan kepada manusia.
Ketiga, merasakan karunia yang
diberiakn kepada umat manusia.
Keempat, merasakan kehidupan alam akhirat.
Merasakan kebesaran Allah.
Merasakan adalah kegiatan yang bersifat pengalaman. ia tidak bisa tumbuh
dengan wawasan atau kerja pikiran. orang yang tidak pernah merasakan manisnya
gula, tidak akan mampu memahami manisnya
gula apalagi dipikirkan. tumbuhnya perasaan justru ketika tidak ada kerja fisik
dan kerja pikiran. syaraf perasa dan indrawi fokus pada subjek yang dirasakan,
seperti orang yang menonton film di gedung bioskop.
Kepercayaan kepada Allah sebagai dasar kegiatan agama tidak hanya digali
lewat hukum rasional atau pengetahuan ilmiah, melainkan harus mamp dirasakan
oleh pengalaman. diantaranya dengan memperhatikan ciptaanNya, alam semesta,
proses terciptanya seorang manusia, hewan dan tumbuhan yang beragam jenis dan
karakteristiknya yang berbeda-beda. objek yang dirasakan berkaitan dengan
tingkat keluasannya, tingkat kompleksitasnya, keindahan bentuknya, serta
struktur dan prosesnya. lalu munculnya sifat-sifat dasarnya.
Metode yang digunakan bisa beragam
seperti melihat film, membaca buku, berkelana, melakukan perenungan atau
meditasi yang berhubungan dengan pengungkapan kebesaran Allah. dengan jalan
tersebut. Insya Allah akan timbul perasaan takjub, kagum, hormat dan sikap
patuh kepadaNya.
Menyaksikan keindahan, keluasan, dan kompleksitas ciptaanNYa
akan memunculkan ungkapan "Maha Besar Engkau ya Allah, Tuhan Semesta Alam,
tiada Ilah melainkan Allah". disini akan lahir ikatan emosional antara
hati manusia dengan Tuhannya yang dapat menimbulkan perasaan bahagia secara
batin.
"Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah, ingat lah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi
tentram." (QS. Ar-Rad: 28),
Sesungguhnya orang -orang yang beriman adalah
mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetar hatinya, apabila dibacakan
ayat-ayatNya kepada mereka bertambah kuat imannya, hanya kepada Tuhan mereka
bertawakal". (QS An-Anfal: 2).