google-site-verification:google853a3110870e4513.html LANDASAN PEMIKIRAN HIDUP SEDERHANA - Hikmah

Translate

LANDASAN PEMIKIRAN HIDUP SEDERHANA


LANDASAN PEMIKIRAN DAN KEKUATANNYA


Dan Dia menurunkan orang-orang ahli kitab (Bani Quraizah) yang membantu golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka, sebagian mereka kamu bunuh dan sebagian yang lain kamu tahan dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan begitu pula tanah-tanah yang belum kamu injak dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah kuberikan mut’ah (pemberian suami kepada istri yang akan dicerai, untuk bekal hidupnya sesuai kemampuan suami) dan kuceraikan kamu dengan cara yang baik. 

Dan jika kamu menghendaki (tercapainya misi) Allah dan Rasul-Nya (dalam mengalahkan orang-orang kafir yang tengah menyerang Islam dan Umat Islam) serta kebahagiaan negeri akherat, sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu dengan pahala yang besar” (QS. Al-Ahzaab : 26 – 29).

Menurut asbabun nuzulnya ayat tersebut, pada waktu itu orang musyrik Mekkah bersekutu dengan orang-orang munafik dan ahli kitab mengepung Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, pada kondisi puncaknya Rasulullah berhasil mengalahkan orang-orang ahli kitab dan sekutunya dengan mendapatkan harta rampasan perang sangat banyak, bahkan dapat menguasai tanah-tanah dan rumah-rumah ahli kitab. Melihat harta rampasan perang tersebut istri-istri Rasulullah SAW sempat tergiur lalu meminta bahkan menuntut Rasulullah untuk memberikan secara berlebihan.

Dalam sebuah riwayat ada yang mengisahkan, istri-istri beliau minta diperlakukan secara wajar, sebagaimana istri-istri para raja. Sikap tersebut telah menimbulkan kemurkaan Allah, lalu diperintahkan kepada Rasul-Nya untuk menceraikan apabila mereka masih tetap pada pendiriannya.

Kemurkaan Allah terhadap istri-istri Rasulullah, kemungkinan ada tiga faktor yaitu:
Pada waktu itu umat Islam dalam suasana perang, tentunya semua potensi, khususnya potensi harta dipusatkan pada kebutuhan-kebutuhan perang. 

Apabila pemusatan itu pembelanjaannya terpecah, apalagi untuk kepentingan-kepentingan sekunder, umat Islam akan mudah dikalahkan oleh musuh-musuhnya. Pada kondisi perang idealnya umat Islam wajib menahan diri, berlaku prihatin dalam membelanjakan hartanya, barang-barang yang sifatnya sekunder selayaknya ditinggalkan. 

Tuntutan harta yang dilakukan oleh istri rasul pada kondisi itu dapat melumpuhkan kekuatan umat Islam yang tengah konsentrasi menghadapi musuh.

Istri-istri Rasul adalah umul mukminat, mereka adalah suri tauladannya, apabila tuntutannya diperkenankan tentunya akan diikuti oleh istri-istri sahabat. 

Akibatnya harta yang sedianya digunakan untuk membangun kekuatan militer, digunakan untuk membangun perhiasan istrinya. Kepribadian seperti itu tentu tidak logis dan pasti akan menghancurkan umat Islam.

Rasulullah dan istri-istrinya adalah pemimpin umat, memiliki kewajiban mengayomi dan memberikan keadilan pada umat yang dipimpinnya. Tiap-tiap pemimpin besar, tidak bisa membiarkan umatnya dalam keadaan papah atau miskin, sementara ia hidup dalam kemewahan. Umar ibn Khottob ketika menjabat kholifah, pernah merasa berdosa ketika melihat umatnya kesulitan makan, untuk menebus kedosaannya ia sendiri yang memikul gandum untuk diberikan pada penderita kemiskinan.

Apabila kehidupan rasul jauh lebih megah dari umatnya, niscaya fitnah dan kebencian akan melanda umat Islam, sebagaimana yang telah dilakukan oleh kholifah Ustman bin Affan dan rezim-rezim penindas umat, mereka tidak hanya lebih kaya dari umatnya bahkan mereka membangun kekayaannya dengan memungut pajak orang-orang miskin.

Demikian besarnya ketimpangan moral tersebut sampai Allah memberikan sangsi perceraian, mengeluarkan mereka dari kehidupan rasul. Pada prinsipnya, Allah melarang bagi istri-istri Rasul, menginginkan perhiasan dan kebahagiaan dunia semata-mata. Implisitnya, Alah memerintahkan kepada istri-istri rasul untuk 


 
MEMBANGUN POLA HIDUP SEDERHANA.

Peristiwa ini dapat menjadi pelajaran bagi umat Islam pada masa sekarang khususnya bagi mereka yang menyadari, kedudukannya sebagai pemimpin, menyadari adanya perjuangan bagi umat Islam untuk menegakkan masyarakat takwa dan menyadari bahwa perjuangan itu banyak membutuhkan pengorbanan biaya. Idealnya umat Islam menjalani pola hidup sederhana, berlaku prihatin dan menempatkan kebutuhan dakwah lebih diprioritaskan. 

Hikmah Pola Hidup Sederhana,
Bagi orang-orang yang memiliki cita-cita, khususnya menyangkut kepentingan umat, mengetrapkan 
pola hidup sederhana sangat mutlak diperlukan sebagai contoh :
 
Adanya wabah penyakit di masyarakat
Adanya penyakit moral yang telah mengganas di masyarakat
Adanya penindasan/ketidakadilan di masyarakat
Untuk membebaskan masyarakat dari keganasan penyakit, tentunya diperlukan biaya yang sangat besar, mungkin akan melibatkan kerja secara gotong-royong. Semakin besar masyarakat yang terserang penyakit, semakin besar biaya pengeluarannya.

Mereka yang memiliki kesadaran terjadinya penularan wabah, dapat membunuh seluruh penduduk, lalu bertekad untuk berjihad melawan wabah, melepaskan masyarakat dari wabah penyakit. Harus sedia berkorban dengan harta dan jiwanya, seperti tokoh Mei Shin dalam cerita Tutur Tinular. 

Kalau dalam sejarah Islam kita bisa menyaksikan perjalanan kehidupan Nabi Muhammad pada masa kecilnya senantiasa ditimpa oleh penderitaan baik material maupun kasih sayang.
 
Setelah menikah dengan Khodijah, beliau menjadi jutawan besar. Pada usia 40 tahun beliau menerima perintah Allah untuk menyembuhkan penyakit Quraisy. Seluruh hartanya disumbangkan demi cita-citanya, lalu beliau hidup secara sederhana, sampai Umar ibn Khottob pernah menangis iba menyaksikan kesederhanaan Rasulullah, beliau tidur pada tikar yang kasar, sampai berbekas pada punggungnya. 

Dengan pengorbanan hartanya dan harta seluruh orang-orang yang mengikuti jejaknya, berhasil menumpas penyakit kemusyrikan yang telah melanda umat Islam selama ratusan tahun.

Mahatma Gandhi, seorang tokoh pejuang kemerdekaan bangsa India, berhasil mengusir penjajah dengan gerakan SWADESI, yaitu gerakan mendirikan pola hidup sederhana. Bangsa India tidak boleh membeli barang-barang buatan penjajah Inggris, semua kebutuhan rumah dikerjakan secara pribadi. Dalam waktu relatif singkat penjajah Inggris mengalami kerugian besar, karena dipandang bangsa India tidak dapat memberikan keuntungan pada penjajah lalu mereka kembali ke negaranya.

Apabila mereka tidak mau mengorbankan hartanya dan berlaku hidup sederhana, lebih mengutamakan kepentingan pribadinya daripada kepentingan pemberantasan wabah penyakit, niscaya wabah itu tidak akan sirna bahkan akan dapat menghapuskan penduduk seluruh negeri. Oleh karena itu dalam kondisi seperti ini, Allah memperingatkan dengan tegas bahwa jihad memberantas wabah lebih tinggi dari segalanya (QS. At-Taubah : 24).

Membangun pola hidup sederhana demi suatu cita-cita, tidak sama dengan membangun pola hidup miskin. Islam sangat menentang kemiskinan dan orang yang suka hidup dalam kemiskinan. Sikap Allah ini dapat dilihat pada perintah-perintah-Nya kepada umat Islam agar mereka berpikir, bekerja keras, jangan kawin kalau tidak mampu, dan berikan sebagian harta baik sebagai infak atau zakat. 

Sebaliknya Islam melarang pola hidup berlebihan, memboros-boroskan harta, membelanjakan harta untuk kebutuhan-kebutuhan sekunder, acuh tak acuh terhadap problematika sosial, bahkan dalam kondisi tertentu, Allah mengutuk orang yang mengaku Islam tapi tidak memberikan harta demi tegaknya kebenaran.

Jadi pola hidup sederhana ialah orang yang memahami arti dan kepekaan terhadap hidup dan kondisi kehidupan. Mereka sadar bahwa fitrah manusia senantiasa berjalan menuju kebahagiaan, untuk mencapai kebahagiaan tersebut harus melalui kerja keras, tanpa kerja keras kebahagiaan tersebut tidak akan tercapai. Nilai kebahagiaan itu ditentukan oleh nilai dan kekerasan mereka dalam bekerja. 

Pada sisi lain mereka juga menyadari bahwa kondisi sosial tidak menentu, terkadang dapat menjadi penunjang, penghambat dan penghancur kebahagiaan, yang memerlukan penanganan juga. Lalu mereka membuat keseimbangan pola hidupnya dengan didasari oleh pertimbangan keadaan pribadi dan keadaan sosial.
 
Apabila wabah sosial sudah sangat parah, memiliki energi besar dalam menghancurkan umat. Maka mereka tidak segan-segan memberikan sebagian besar hartanya dan hidup sederhana sekali demi hancurnya wabah penyakit sosial.
 
Juga harus didasari bahwa penentu bentuk pola hidup sederhana pada masing-masing pribadi agak sulit, karena penetapan pembiayaan, penanggungan wabah dan kebutuhan-kebutuhan pribadi khususnya yang bersifat primer tidak sama. Tetapi penulis percaya apabila mereka bertekad untuk mengetrapkan, insya Allah pembentukan pola hidup sederhana akan dapat terwujud secara universal.

Penilaian kasar pembentukan pola hidup sederhana, ditinjau dari aspek pengeluarannya ialah :
PEMASUKAN = PENGELUARAN INDIVIDU SECARA PRIMER + PENGELUARAN SOSIAL SECARA PRIMER


Pola kehidupan individualistik, ditinjau dari aspek pengeluarannya ialah :
PEMASUKAN = PENGELUARAN INDIVIDU SECARA PRIMER DAN SEKUNDER + TANPA PENGELUARAN SOSIAL
 
Atau
PEMASUKAN = PENGELUARAN INDIVIDU SECARA PRIMER DAN SEKUNDER + PENGELUARAN SANGAT KECIL TERHADAP KEBUTUHAN SOSIAL BERSIFAT PRIMER.


Pola kehidupan individualistik yang pemboros, ditinjau dari aspek pengeluarannya ialah :
PEMASUKAN = PENGELUARAN SEKUNDER + TANPA PENGELUARAN SOSIAL BERSIFAT PRIMER ATAU SANGAT MINIMAL


Pola kehidupan pencuri/koruptor ditinjau dari aspek pengeluarannya ialah :
PEMASUKAN = PENGELUARAN PRIBADI BERSIFAT SEKUNDER


Pola kehidupan penindas umat, ditinjau dari aspek pengeluarannya ialah :
ORANG YANG MENGAMBIL UANG UMAT YANG BERSIFAT PRIMER UNTUK KEPERLUAN PRIBADI YANG BERSIFAT SEKUNDER.

Sumber: Ulul Albab By Iskandar Al-Warisy
Share on Google Plus

About Unknown

“Dari Sufyan bin Abdullah radhiyallaahu’anhu, ia berkata: aku berkata wahai Rasulullah! Katakanlah padaku tentang islam dengan sebuah perkataan yang mana saya tidak akan menanyakannya kepada seorang pun selain kepadamu. Nabi Shalallaahu Alaihi Wassalaam menjawab: “katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian jujurlah kepada iman-mu(istiqamah)." Hadist Riwayat Muslim