google-site-verification:google853a3110870e4513.html ETIKA DASAR BISNIS DALAM ISLAM - Hikmah

Translate

ETIKA DASAR BISNIS DALAM ISLAM

MENUJU PEMBANGUNAN MASYARAKAT KETAHUIDAN

Etika Dasar Bisnis
 
Etika dasar adalah ilmu pengetahuan yang tidak hanya membicarakn adanya, melainkan juga, bagaimana seharusnya, tentang perbuatan umum yang dilakukan manusia. sedangkan Etika Dasar Bisnis ialah pengetahuan yang membahas bagaimana seharusnya mendapatkan keuntungan bisnis, titik tekannya pada halal dan haramnya.
Tiap-tiap orang / masyarakat, tidak sama dalam memberikan standar penilaian terhadap nilai, perilaku bisnis, hal itu, karena mereka dipengaruhi oleh agama, budaya, emosi, kepribadian, dan kondisi-kondisi aktual para bisnisman. Pemahaman etika dasar bisnis, secara umum terbagi dlm 2 (dua) aliran yaitu : aliran Praktis Realitis dan aliran Ideal.

Pandangan kaum Praktis Realistis, bertumpu pada kenyataan (pada umumnya) yang berlaku dalam dunia bisnis dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan diantara manusia yang menyangkut produksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan. dalam pandangan ini ditegaskan secara jelas bahwa tujuan dari bisnis adalah mencari keuntungan. 
Bisnis adalah kegiatan profit making (membuat keuntungan). Menjadikan keuntungan sebagai satu-satunya motivasi, lebih dari itu keuntungan tidak buruk pada dirinya sendiri, karena keuntungan tidak buruk pada dirinya sendiri, karena keuntungan adalah harga dari resiko, modal, waktu, tenaga dan pikiran yang telah dipertaruhkan, serta berfungsi utk menunjang bisnis itu dpt bertahan.

sedangkan kaum Ideal, memiliki pandangan bahwa bisnis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dasar pemikiran etikanya adalah pertukaran timbal balik secara fair diantara pihak-pihak yang terlibat, maka yang diperjuangkan / yang ingin ditegakkan disini adalah keadilan komutatif, keadilan tukar yang sebanding. Tujuan dari bisnis ini bukan mencari keuntungan, melainkan untuk melayani kepentingan masyarakat dan kita akan memperoleh keuntungan berkat pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Perbedaan terletak pada tujuan / etika dasarnya (landasan dasarnya) kaum praktis berorientasi pada keuntungan semata-mata, sedangkan kaum ideal berorientasi pada pengabdian sosial (kesejahteraan sosial) dan keuntungan. 
Perbedaan ini kelihatannya sangat sederhana, tapi sebenarnya bersifat ideologis karena perbedaannya terletak pada tujuan dasarnya / landasan dasarnya, secara otomatis akan melahirkan perbedaan pada pengembangan sistemnya, kedua masyarakat yang dilahirkan oleh kedua sistem ini juga akan berbeda. 
Orang-orang praktis realistis dalam mendapatkan keuntungan hampir tidak memperhatikan keadaan masyarakat, baik norma, budaya, moral, sistem politik dan kondisi-kondisi aktual, dalam arti akibatnya ditimbulkan oleh bisnisnya, tapi pada hal-hal yang berkaitan dengan keuntungan, mereka tetap memperhatikan, baginya yang terpenting (primer) adalah keuntungan. 
Nilai dan kewajiban agama, harus ditinggalkan apabila akan dapat menghambat / mengurangi besarnya keuntungan, apalagi sampai berdampak kerugian. 
Sistem motivasi yang dijalankan hampir mengarah pada pemujaan, kecintaan, keutamaan, dan pengabdian terhadap material / keuntungan semata-mata. sedangkan kaum ideal justru lebih mengutamakan kepada kepentingan masyarakat disamping keuntungan bisnisnya, ia tidak segan-segan mengurangi keuntungannya bahkan menerima resiko kerugian bilamana akibat yang ditimbulkan oleh sistem bisnisnya akan membawa akibat bencana yang cukup besar pada masyarakat luas, motivasi yang dilakukan banyak menekankan pada prioritas masyarakat, disamping keuntungan. 
pada masyarakat yang sedang berkembang dan tinjauan jangka pendek, sistem praktis realistis lebih sukses dari kaum ideal dilihat dari hasil keuntungannya saja, sedangkan pada masyarakat maju dan pertimbangan jangka panjang, kaum ideal bisa lebih sukses akn tetapi secara keadilan sosial, kaum ideal akn lebih sukses di segala lapangan.

Menurut Tinjauan Islam
Etika dasar bisnis dlm Islam, lebih menekankan prioritas dan orientasi pada masyarakat, tegasnya masyarakat thoyyibah. 
Dasar pemikiran itu berangkat dari :
Tiap-tiap akan diturunkannya wahyu baru, senantiasa berawal dari adanya masyarakat yang benar-benar jahiliyah, Allah dengan penuh kasih sayang memberikan petunjuk kepada masyarakat tersebut agar terhindar dari malapetaka dan mendapatkan rahmat (QS 62:2).
Dalam Al-Quran terdapat 12 ayat yang memerintahkan kepada manusia agar tidak berbuat kerusakan di bumi, diantaranya surat 28 ayat 77.
Tujuan Allah menjadikan manusia, agar supaya mereka menjalankan dan menata kehidupan sosial yang baik, hal itu telah menjadi kewajiban bagi setiap manusia (QS 2:30) 
 
“Berdakwah dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar (QS 3:10).
Dalam sejarah kehidupan para Rasul dan nabi-nabi Allah, dapat diketahui tetap tingginya perhatian, harapan dan pengorbanan yang diberikan masyarakat. Nabi Muhammad SAW sampai meninggalkan profesi bisnisnya dan memberikan hasil keuntungannya, keluarga dan jiwanya demi terwujudnya masyarakat taqwa.
 
Sebenarnya masih banyak lagi ayat-ayat Allah yang menunjukkan betapa tingginya perhatian Allah dan umat Islam terhadap kesejahteraan, keadilan dan keamanan masyarakat, akan tetapi ruang ini tidak memungkinkan dibahas detail.

Masyarakat merupakan bagian dari kehidupan dan kebahagiaan manusia, apabila moral masyarakat itu jahiliyah, kehidupan dan kebahagiaan manusia akan terancam, sedangkan keuntungan diantaranya untuk mendapatkan kebahagiaan, jadi tidak ada artinya keuntungan besar tanpa keberadaan masyarakat yang baik.

Ditinjau dari kuantitas dan kualitasnya, masyarakat lebih besar dari individu / kelompok. maka sewajarnya kalau kepentingan umum harus lebih diprioritaskan dari kepentingan pribadi/kelompok, di masyarakat Indonesia kepentingan-kepentingan sosial seperti rumah sakit, rumah ibadah, telepon, pembayaran air / listrik dibedakan dengan pribadi, bahkan di lapangan politik, mendapat kekuasaan tertinggi (kedaulatan rakyat).

untuk mengetahui kedudukan dan hubungan sistem antara masyarakat Thoyyibah dengan sistem bisnis, dapat menyaksikan usaha para dokter untuk memelihara kesehatan masyarakat. untuk menciptakn kesehatan masyarakat diperlukan cara / alat, dalam hal ini ialah pengetahuan kesehatan, kedokteran, farmasi dan sistem penerapannya di lapangan. Sistem diatas senantiasa sesuai dan terkait dengan keadaan organ tubuh, apabila tidak sesuai dengan jalan-jalan kesehatan tubuh manusia di masyarakat niscaya kesehatan itu tidak akan tercapai.

Demikian juga halnya dengan sistem bisnis yang dijalankan harus sesuai dengan jalan-jalan yang dapat mengantarkan pada perwujudan masyarakat thoyyibah, apabila tidak sejalan dan bertentangan dengan sistem-sistem yang terdapat pada unsur-unsur masyarakat thoyyibah, niscaya benih masyarakat thoyyibah tidak akan ada, bahkan akan melahirkan masyarakat jahiliyah.
Masyarakat thoyyibah adalah masyarakat yang memenuhi tuntutan hidupnya seperti tuntutan lapar, sex, seni, ketuhanan, teknologi, politik, bisnis, komunikasi sosial, kegiatan dan pengabdian hidup bersandar kepada nilai dan moralitas Allah. Sebaliknya masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang memenuhi tuntutan hidupnya dengan bersandar pada selain Allah.

Nilai moral yang menjadi landasan kehidupan seorang muslim, merupakan kesatuan sistem, satu dengan lainnya saling berkaitan dan menguatkan, jadi sistem bisnis dalam Islam terikat oleh sistem nilai moral pada sistem politik, ketuhanan, seni, komunikasi sosial dan lainnya. dalam Quran Surat 2:208, Allah memerintah masuklah Islam secara menyeluruh, jangan mengambil sebagian sisem dan menolak sistem lainnya. 
Penerapannya di lapangan, akan lebih kompleks lagi karena umat Islam berhadapan dengan masyarakat nyata, ada yang pasif dan memusuhi Islam lewat berbagai aspek di antaranya menggunakn politik, bisnis, pendidikan dan kebudayaan, sementara umat Islam terikat oleh kemampuan dirinya dalam menghadapi kebijaksanaan musuh, sehingga hukum-hukum khusus sangat diperlukan untuk menetapkan etika bisnis, hal-hal pada kondisi umum, bisa menjadi halal, pada kondisi khusus bisa haram, padahal kondisi itu senantiasa bergerak, mengalami perubahan secara otomatis etika bisnis juga mengalami perubahan.

Hampir suatu kemustahilan, etika bisnis yang berorientasi pembangunan masyarakat thoyyibah tanpa lewat tangan organisasi sosial kemasyarakatan. dengan demikian etika dasar bisnis dalam Islam tidak seperti kaum praktis realistis, yang menjadikan keuntungan sebagai tujuan tidak ada artinya untung yang besar bilamana akan dapat merusak dan menghancurkan masyarakat. 
Islam lebih memilih untung kecil tapi akibatnya tidak menumbuhkan masyarakat jahiliyah. untuk memahami pemikiran ini kami buatkan contoh sebagai berikut : 
Misalkan si A yang menjadi milyuner karena bisnis ganja dan jasa pelacuran, sedangkan si B tidak mau menjalankan bisnis tersebut, ia lebih baik memilih bisnis lainnya yang dihalalkan oleh Islam, akibatnya, si B hanya menjadi orang kebanyakan. 
Di mata manusia saja akan dapat menilai bahwa si B lebih terhormat dibandingkan dengan si A, karena ia mendapatkan hasil meskipun kecil tapi tidak merusak masyarakat menurut penilaian norma Islam, sedangkan si A meskipun memiliki istana, transportasinya dengan pesawat terbang, tapi harta itu didapatkan dengan cara merusak masyarakat, apabila hasil yang didapatkan itu, digunakan untuk memperbaiki keadaan masyarakat yang telah dirusaknya, masih jauh dari mencukupi, 
apakah hasil yang didapatkan itu dapat menentramkan dan mengembalikan kerusakan rumah tangga yang diakibatkan oleh bisnis pelacuran, memperbaiki penyakit yang ditimbulkan, menumbuhkan kegairahan para pemuda yang mengalami kelumpuhan akibat ganja, menghidupkan kembali mereka yang mati karenanya?

Apalagi hanya sebagian hasil si A yang disumbangkan untuk perbaikan sosial, seperti mendirikan rumah sakit, tempat ibadah / pendidikan agama, tentunya masjid dan para guru agama itu tidak akan dapat memperbaiki masyarakat yang telah dirusak pemikirannya, masjid dan nama Allah bukan tempat yang memberikan prestige dan kepuasan bagi mereka. 
Masjid-masjid akan banyak dan besar-besar akan tetapi orang yang mengunjungi dan membesarkan tidak ada, hal seperti itu sudah terjadi di masyarakat Eropa, dimana tiap perempatan jalan ada gereja, tetapi tidak ada orang yang beribadah (ceramah Cuk Sukiadi di LKPI Baiturrahman). 
Kerusakan sosial yang ditimbulkan oleh bisnis tidak hanya pada pengadaan barang / jasa (ganja dan pelacuran), melainkan juga pada sistem produksinya, sistem penetapan harga dan keuntungan, juga sistem pemasaran, sebab kerusakan bisa berkaitan dengan fisik (kesehatan), moralitas dan politik.
Dari Sahabat saya Luky Kriswanto untuk Kesadaran bermasyarakat.
Share on Google Plus

About Unknown

“Dari Sufyan bin Abdullah radhiyallaahu’anhu, ia berkata: aku berkata wahai Rasulullah! Katakanlah padaku tentang islam dengan sebuah perkataan yang mana saya tidak akan menanyakannya kepada seorang pun selain kepadamu. Nabi Shalallaahu Alaihi Wassalaam menjawab: “katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian jujurlah kepada iman-mu(istiqamah)." Hadist Riwayat Muslim