MENUJU PEMBANGUNAN MASYARAKAT KETAHUIDAN
Etika Dasar Bisnis
Etika dasar adalah ilmu pengetahuan yang tidak hanya membicarakn adanya, melainkan juga, bagaimana
seharusnya, tentang perbuatan umum yang dilakukan manusia. sedangkan Etika Dasar Bisnis ialah pengetahuan yang membahas bagaimana seharusnya mendapatkan
keuntungan bisnis, titik tekannya pada halal dan haramnya.
Tiap-tiap orang /
masyarakat, tidak sama dalam memberikan standar penilaian terhadap nilai,
perilaku bisnis, hal itu, karena mereka dipengaruhi oleh agama, budaya,
emosi, kepribadian, dan kondisi-kondisi aktual para bisnisman. Pemahaman
etika dasar bisnis, secara umum terbagi dlm 2 (dua) aliran yaitu : aliran
Praktis Realitis dan aliran Ideal.
Pandangan kaum Praktis
Realistis, bertumpu pada kenyataan (pada umumnya) yang berlaku dalam dunia
bisnis dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan
diantara manusia yang menyangkut produksi, menjual dan membeli barang dan
jasa untuk mendapatkan keuntungan. dalam pandangan ini ditegaskan secara jelas
bahwa tujuan dari bisnis adalah mencari keuntungan.
Bisnis adalah kegiatan
profit making (membuat keuntungan). Menjadikan keuntungan sebagai satu-satunya
motivasi, lebih dari itu keuntungan tidak buruk pada dirinya sendiri, karena
keuntungan tidak buruk pada dirinya sendiri, karena keuntungan adalah harga dari
resiko, modal, waktu, tenaga dan pikiran yang telah dipertaruhkan, serta
berfungsi utk menunjang bisnis itu dpt bertahan.
sedangkan kaum Ideal,
memiliki pandangan bahwa bisnis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dasar pemikiran etikanya adalah pertukaran timbal balik secara fair diantara
pihak-pihak yang terlibat, maka yang diperjuangkan / yang ingin ditegakkan
disini adalah keadilan komutatif, keadilan tukar yang sebanding. Tujuan dari
bisnis ini bukan mencari keuntungan, melainkan untuk melayani kepentingan
masyarakat dan kita akan memperoleh keuntungan berkat pelayanan dan
pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Perbedaan terletak pada tujuan / etika
dasarnya (landasan dasarnya) kaum praktis berorientasi pada keuntungan
semata-mata, sedangkan kaum ideal berorientasi pada pengabdian sosial
(kesejahteraan sosial) dan keuntungan.
Perbedaan ini kelihatannya sangat
sederhana, tapi sebenarnya bersifat ideologis karena perbedaannya terletak pada
tujuan dasarnya / landasan dasarnya, secara otomatis akan melahirkan
perbedaan pada pengembangan sistemnya, kedua masyarakat yang dilahirkan oleh
kedua sistem ini juga akan berbeda.
Orang-orang praktis realistis dalam
mendapatkan keuntungan hampir tidak memperhatikan keadaan masyarakat, baik
norma, budaya, moral, sistem politik dan kondisi-kondisi aktual, dalam
arti akibatnya ditimbulkan oleh bisnisnya, tapi pada hal-hal yang berkaitan
dengan keuntungan, mereka tetap memperhatikan, baginya yang terpenting
(primer) adalah keuntungan.
Nilai dan kewajiban agama, harus ditinggalkan
apabila akan dapat menghambat / mengurangi besarnya keuntungan, apalagi
sampai berdampak kerugian.
Sistem motivasi yang dijalankan hampir mengarah
pada pemujaan, kecintaan, keutamaan, dan pengabdian terhadap material /
keuntungan semata-mata. sedangkan kaum ideal justru lebih mengutamakan kepada
kepentingan masyarakat disamping keuntungan bisnisnya, ia tidak
segan-segan mengurangi keuntungannya bahkan menerima resiko kerugian
bilamana akibat yang ditimbulkan oleh sistem bisnisnya akan membawa akibat
bencana yang cukup besar pada masyarakat luas, motivasi yang dilakukan banyak
menekankan pada prioritas masyarakat, disamping keuntungan.
pada masyarakat
yang sedang berkembang dan tinjauan jangka pendek, sistem praktis
realistis lebih sukses dari kaum ideal dilihat dari hasil keuntungannya saja,
sedangkan pada masyarakat maju dan pertimbangan jangka panjang, kaum ideal
bisa lebih sukses akn tetapi secara keadilan sosial, kaum ideal akn lebih sukses
di segala lapangan.
Menurut Tinjauan Islam
Etika dasar bisnis
dlm Islam, lebih menekankan prioritas dan orientasi pada masyarakat,
tegasnya masyarakat thoyyibah.
Dasar pemikiran itu berangkat dari :
Tiap-tiap akan diturunkannya wahyu baru, senantiasa berawal dari adanya
masyarakat yang benar-benar jahiliyah, Allah dengan penuh kasih sayang memberikan
petunjuk kepada masyarakat tersebut agar terhindar dari malapetaka dan
mendapatkan rahmat (QS 62:2).
Dalam
Al-Quran terdapat 12 ayat yang memerintahkan kepada manusia agar tidak
berbuat kerusakan di bumi, diantaranya surat 28 ayat 77.
Tujuan Allah menjadikan manusia, agar supaya mereka menjalankan dan
menata kehidupan sosial yang baik, hal itu telah menjadi kewajiban bagi
setiap manusia (QS 2:30)
“Berdakwah dan melakukan amar ma’ruf nahi
mungkar (QS 3:10).
Dalam sejarah kehidupan para Rasul dan nabi-nabi
Allah, dapat diketahui tetap tingginya perhatian, harapan dan pengorbanan
yang diberikan masyarakat. Nabi Muhammad SAW sampai meninggalkan profesi
bisnisnya dan memberikan hasil keuntungannya, keluarga dan jiwanya demi
terwujudnya masyarakat taqwa.
Sebenarnya masih banyak lagi ayat-ayat
Allah yang menunjukkan betapa tingginya perhatian Allah dan umat Islam terhadap
kesejahteraan, keadilan dan keamanan masyarakat, akan tetapi ruang ini tidak
memungkinkan dibahas detail.
Masyarakat merupakan bagian dari
kehidupan dan kebahagiaan manusia, apabila moral masyarakat itu
jahiliyah, kehidupan dan kebahagiaan manusia akan terancam, sedangkan
keuntungan diantaranya untuk mendapatkan kebahagiaan, jadi tidak ada artinya
keuntungan besar tanpa keberadaan masyarakat yang baik.
Ditinjau dari
kuantitas dan kualitasnya, masyarakat lebih besar dari individu / kelompok.
maka sewajarnya kalau kepentingan umum harus lebih diprioritaskan dari
kepentingan pribadi/kelompok, di masyarakat Indonesia
kepentingan-kepentingan sosial seperti rumah sakit, rumah ibadah,
telepon, pembayaran air / listrik dibedakan dengan pribadi, bahkan di
lapangan politik, mendapat kekuasaan tertinggi (kedaulatan rakyat).
untuk mengetahui kedudukan dan hubungan sistem antara masyarakat Thoyyibah
dengan sistem bisnis, dapat menyaksikan usaha para dokter untuk memelihara
kesehatan masyarakat. untuk menciptakn kesehatan masyarakat diperlukan
cara / alat, dalam hal ini ialah pengetahuan kesehatan, kedokteran,
farmasi dan sistem penerapannya di lapangan. Sistem diatas senantiasa
sesuai dan terkait dengan keadaan organ tubuh, apabila tidak sesuai dengan
jalan-jalan kesehatan tubuh manusia di masyarakat niscaya kesehatan itu
tidak akan tercapai.
Demikian juga halnya dengan sistem bisnis yang
dijalankan harus sesuai dengan jalan-jalan yang dapat mengantarkan pada
perwujudan masyarakat thoyyibah, apabila tidak sejalan dan bertentangan dengan
sistem-sistem yang terdapat pada unsur-unsur masyarakat thoyyibah, niscaya
benih masyarakat thoyyibah tidak akan ada, bahkan akan melahirkan masyarakat
jahiliyah.
Masyarakat thoyyibah adalah masyarakat yang memenuhi tuntutan
hidupnya seperti tuntutan lapar, sex, seni, ketuhanan, teknologi,
politik, bisnis, komunikasi sosial, kegiatan dan pengabdian hidup
bersandar kepada nilai dan moralitas Allah. Sebaliknya masyarakat
jahiliyah adalah masyarakat yang memenuhi tuntutan hidupnya dengan bersandar pada
selain Allah.
Nilai moral yang menjadi landasan kehidupan seorang
muslim, merupakan kesatuan sistem, satu dengan lainnya saling berkaitan dan
menguatkan, jadi sistem bisnis dalam Islam terikat oleh sistem nilai moral
pada sistem politik, ketuhanan, seni, komunikasi sosial dan lainnya. dalam
Quran Surat 2:208, Allah memerintah masuklah Islam secara menyeluruh, jangan
mengambil sebagian sisem dan menolak sistem lainnya.
Penerapannya di
lapangan, akan lebih kompleks lagi karena umat Islam berhadapan dengan masyarakat
nyata, ada yang pasif dan memusuhi Islam lewat berbagai aspek di
antaranya menggunakn politik, bisnis, pendidikan dan kebudayaan,
sementara umat Islam terikat oleh kemampuan dirinya dalam menghadapi
kebijaksanaan musuh, sehingga hukum-hukum khusus sangat diperlukan untuk
menetapkan etika bisnis, hal-hal pada kondisi umum, bisa menjadi halal, pada
kondisi khusus bisa haram, padahal kondisi itu senantiasa bergerak,
mengalami perubahan secara otomatis etika bisnis juga mengalami perubahan.
Hampir suatu kemustahilan, etika bisnis yang berorientasi pembangunan
masyarakat thoyyibah tanpa lewat tangan organisasi sosial
kemasyarakatan. dengan demikian etika dasar bisnis dalam Islam tidak seperti
kaum praktis realistis, yang menjadikan keuntungan sebagai tujuan tidak ada
artinya untung yang besar bilamana akan dapat merusak dan menghancurkan
masyarakat.
Islam lebih memilih untung kecil tapi akibatnya tidak menumbuhkan
masyarakat jahiliyah. untuk memahami pemikiran ini kami buatkan contoh sebagai
berikut :
Misalkan si A yang menjadi milyuner karena bisnis ganja dan jasa
pelacuran, sedangkan si B tidak mau menjalankan bisnis tersebut, ia lebih baik
memilih bisnis lainnya yang dihalalkan oleh Islam, akibatnya, si B hanya
menjadi orang kebanyakan.
Di mata manusia saja akan dapat menilai bahwa si B
lebih terhormat dibandingkan dengan si A, karena ia mendapatkan hasil meskipun
kecil tapi tidak merusak masyarakat menurut penilaian norma Islam, sedangkan si
A meskipun memiliki istana, transportasinya dengan pesawat terbang, tapi
harta itu didapatkan dengan cara merusak masyarakat, apabila hasil yang
didapatkan itu, digunakan untuk memperbaiki keadaan masyarakat yang telah
dirusaknya, masih jauh dari mencukupi,
apakah hasil yang didapatkan itu dapat
menentramkan dan mengembalikan kerusakan rumah tangga yang diakibatkan oleh
bisnis pelacuran, memperbaiki penyakit yang ditimbulkan, menumbuhkan
kegairahan para pemuda yang mengalami kelumpuhan akibat ganja,
menghidupkan kembali mereka yang mati karenanya?
Apalagi hanya sebagian
hasil si A yang disumbangkan untuk perbaikan sosial, seperti mendirikan rumah sakit,
tempat ibadah / pendidikan agama, tentunya masjid dan para guru agama
itu tidak akan dapat memperbaiki masyarakat yang telah dirusak pemikirannya,
masjid dan nama Allah bukan tempat yang memberikan prestige dan kepuasan
bagi mereka.
Masjid-masjid akan banyak dan besar-besar akan tetapi orang yang
mengunjungi dan membesarkan tidak ada, hal seperti itu sudah terjadi di
masyarakat Eropa, dimana tiap perempatan jalan ada gereja, tetapi tidak ada
orang yang beribadah (ceramah Cuk Sukiadi di LKPI Baiturrahman).
Kerusakan sosial yang ditimbulkan oleh bisnis tidak hanya pada pengadaan barang
/ jasa (ganja dan pelacuran), melainkan juga pada sistem produksinya,
sistem penetapan harga dan keuntungan, juga sistem pemasaran, sebab
kerusakan bisa berkaitan dengan fisik (kesehatan), moralitas dan politik.
Dari Sahabat saya Luky Kriswanto untuk Kesadaran bermasyarakat.
“Dari Sufyan bin Abdullah radhiyallaahu’anhu, ia berkata: aku berkata wahai Rasulullah! Katakanlah padaku tentang islam dengan sebuah perkataan yang mana saya tidak akan menanyakannya kepada seorang pun selain kepadamu. Nabi Shalallaahu Alaihi Wassalaam menjawab: “katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian jujurlah kepada iman-mu(istiqamah)." Hadist Riwayat Muslim