google-site-verification:google853a3110870e4513.html Hajji Mabrur: Sebuah Fenomena Empiris - Hikmah

Translate

Hajji Mabrur: Sebuah Fenomena Empiris





Dan dari Abu Hurairah, Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Satu Umrah ke Umrah lain adalah penghapus (dosa-dosa) antara keduanya, sedangnkan hajji yang mabrur tiada balasan lain selain surga (HR. Jamaah Kecuali A. Dawud).


Infomasi dari hadits tersebut hanya memberitahukan bahwa suatu balasan bagi orang yang menjalankan hajji mabrur akan mendapatkan surga, tetapi Nadits tersebut tidak menjelaskan APA dan BAGAIMANA mendapatkan hajji mabrur, sehingga banyak umat Islam mencoba memberikan takwil tentang apa dan bagaimana mendapatkan hajji mabrur, bagi umat Islam yang masih melakukan sinkritisme dengan ajaran jawanya, melahirkan versi penafsiran sesuai dengan ajaran Jawa, demikian juga yang melakukan sinkritisme dengan ajaran-ajaran selain Islam melahirkan polanya sendiri-sendiri.

Apabila ditinjau dari sudut pendekatannya ada yang sangat tradisional dan irrasional, data-data yang digunakan dalam menganalisa tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, rnereka lebih menggunakan rekaan secara spekulatif, sehingga sebagian besar dari mereka, cenderung memandang hakekat hajji mabrur sebagai suatu fenomena yang bersifat religius, penuh dengan kesakralan, jauh dari hal-hal yang mengandung urusan keduniawian, baik sebagai terapi kemanusiaan, sosialisasi budaya dan politik. Sehingga banyak sekali orang-orang setelah melakukan ibadah hajji, tidak semakin baik sikap dan ketundukannya kepada Allah justru semakin berani, mereka tidak segan-segan mengkoreksi dan menentang hukum-hukum Allah dan diantara mereka ada yang meninggalkan usaha untuk membangun masyarakat taqwa.

Untuk menghindari hal-hal tersebut diatas penulis mencoba untuk membahas hakekat hajji mabrur, baik eksistensinya maupun orientasi diperintahkannya umat Islam melakukan ibadah hajji, dengan pendekatan al-Qur'an dan sunnah. Ditinjau dari sudut istilahnya: hajji artinya ziarah, sedangkan mabrur adalah baik, sehingga pengertian hajji mabrur adalah ziarah yang baik atau penziarah yang baik, secara umum umat Islam mengartikan hajji yang diterima.
Dalam pengertian syar'i hajji adalah orang yang melakukan ziarah ke Baitullah. Sedangkan arti dari ziarah itu sendiri adalah perkunjungan ke tempat yang keramat (Purwadarminta) bisa juga dikatakan seseorang yang mengunjungi tempat-tempat yang bersejarah. Berdasarkan obyeknya, jumlahnya sangat banyak, ada yang berupa kuburan orang besar, museum, rumah-rumah peribadatan, barak-barak militer dan lain sebagainya, sedangkan ditinjau dari orientasinya, secara prinsip tiap-tiap penziarah memiliki orientasi, memiliki tujuan secara pasti sesuai dengan obyek yang dikunjunginya, orang yang melakukan ziarah tanpa orientasi, seperti orang yang berjalan tanpa tujuan, tentunya mereka akan sia-sia dalam perjalanannya.

Berangkat dari landasan pemikiran diatas, orang Islam yang melakukan ibadah hajji, sesungguhnya mereka melakukan ziarah ke Baitullah, merupakan tempat yang bersejarah bagi hamba-hamba Allah. Tentunya mereka yang paling baik ziarahnya adalah mereka yang paling mengetahui dan memahami berkas-berkas sejarah yang terdapat pada Baitullah baik yang tampak maupun yang tidak tampak, kemudian mereka mampu mengambil pelajaran dan menjadikan terapi, prinsip-prinsip kehidupan, ideologi, politis dan ekonomi. Inilah menurut tinjauan bahasa merupakan penziarah yang baik atau hajji mabrur, orang yang tidak pernah mengetahui sejarah Baitullah, khususnya dalam kaitannya dengan nabi Ibrahim tidak akan bisa menjadi penziarah yang baik atau ia tidak akan bisa memperoleh HAJJI MABRUR walaupun setelah hajji ia banyak rezekinya, menjadi kaya atau amalnya banyak, karena banyaknya orang tidak sedikit yang hancur karena perbuatan amal lainnya, secara sholat dan infaq mungkin mereka baik, tapi secara aqidah dan politik, amalnya ada yang menyebabkan mereka menjadi kafir. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan informasi pengetahuan sejarah dan kemampuan menganalisa realita, semakin tinggi kemampuan mereka dalam menganalisa obyek sejarah, semakin baik amal ziarahnya/hajjinya.

Menurut tinjauan al-Qur'an, tertulis dalarn surat Ash-Shoffaat ayat 103-109, berbunyi sebagai berikut:
Tatkala keduanya (Nahi Ibrahim dan Nabi Ismail) telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya (nyatalah ketaatan mereka) dan Kami panggil dia: "Hai Ibrahim sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu". Sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang ¬orang berbuat baik, sesungguhnya ini benar-henar suatu ujian yang nyata dan kami tebus anak itu dengan serkor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.

Pada ayat tersebut ada dua hal yang prinsip yang berkenaan dengan ibadah hajji yaitu:

1. peristiwa penyembelihan seorang ayah terhadap anaknya, demi rnemenuhi perintah Tuhannya;
 

2. Pahala Allah atas Ibrahim berupa:
a. batalnya pembunuhan,
b. tempat pujian yang baik bagi Ibrahim,
c. Allah mengabadikan peristiwa itu, dengan sistem, orang-orang yang datang kemudian menirukan
berbagai peristiwa besar yang telah dialami Nabi Ibrahim, sebagairnana yang terlihat pada rukun hajji.

Pada surat Al-Hajj ayat 26-28, kita dapat melihat orientasinya perintah hajji, berbunyi sebagai berikut:
Dan (ingatlah) ketika kami memberikan tempat kepada Ibrahim di termpat Baitullah. '”Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan aku dan sucikanlah rumahku ini bagi orang-orang yang tawaf dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud". Dan berserulah kepada manusia untuk melakukan hajji (ziarah) niscaya mereka akan datang kepadamu dengan herjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus, yang datang dari segala penjuru yang jauh, supaya mereka MEMPERSAKSIKAN BERBAGAI MANFA'AT dan supaya mereka MENGINGAT/SADAR dcngan sifat-sifat Allah pada hari yang ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka bcrupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.

Dari ayat tersebut dapat diketahui adanya perintah untuk mempekerjakan hajji/ziarah ke Baitullah, dengan tujuan agar mereka mempersaksikan hal-hal yang terdapat di sekitar Baitullah, dengan demikian mereka akan mengetahui sifar-sifat Allah khususnya yang berkaitan dengan sejarah yang mengisi Baitullah.

Jadi menurut tinjauan al-Qur'an yang dimaksud hajji mabrur, ialah mereka yang sanggup menguak dan mengambil manfa'at tentang perjalanan ziarah ke Baitullah khususnya rahasia-rahasia yang terdapat pada sistem peribadahan hajji. Siapa yangmampu melakukan hal tersebut akan melihat berbagai kebesaran Allah dan kebesaran taqwanya Nabi Ibrahim kepada Tuhannya. Hal itu akan dapat menjadi suri tauladan bagi pengamatnya. Orang seperti itu, tidak akan kikir dalam memberikan harta dan jiwanya untuk kebesaran Islam, sebagaimana, Nabi Ibrahim telah mampu memberikan pengorbanan anaknya demi suatu ketaatan. Kalau kita mau melihat secara mendalam, bahwa rukun-rukun yang terdapat pada peribadahan hajji, merupakan PENERAPAN ULANG TENTANG TINDAKAN NABI IBRAHIM, DALAM RANGKA MELAKUKAN KETAATAN KEPADA TUHANNYA.

Said Hawwa, menyatakan bahwa ibadah hajji itu merupakan personifikasi/symbol-simbol penyerahan manusia kepada Allah. la merupakan simbol persatuan umat Islam, manifestasi kesetiaan kaum muslimin terhadap kekuasaan politik (dalam buku al-Islam). Untuk memudahkan pemahaman hakekat hajji, ia tidak ubahnya dengan peringatan tentang kebesaran Nabi Ibrahim, sebagaimana bangsa-bangsa lain memperingati kebesaran para pahlawannya, sedangkan cara memperingatinya, dengan menirukan pola dan tindakan Nabi Ibrahim ketika melakukan ketaatan kepada Allah, sama seperti ketika bangsa Indonesia memperingati kebesaran arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kemerdekan bangsa Indonesia. Supaya generasi mudah memahami bagaimana beratnya memperjuangkan kemerdekaan, oleh walikota Surabaya, dilakukan suatu cara dengan melakukan gerak jalan sepanjang 55 km, sedangkan hikmah atau manfa'atnya pada sisi tertentu, diharapkan arek-arek Suroboyo pada generasi sekarang juga dapat bersikap seperti para pendahulunya, apabila bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa asing.

Kesimpulannya, realitasnya, orientasinya dan cara membesarkan pahlawan arek¬-arek Suroboyo sama dengan realitas, orientasi dan tata cara hajji (memperingati kepahlawanan Nabi Ibrahim) maka orang yang paling baik dalam menggali rahasia yang terkandung dalam peringatan tersebut adalah orang yang paling mengetahui informasi sejarahnya peristiwa.

Iskandar al-Warisy
Buletin Ulul Albab No.01 /Th.II/luni 1991

Share on Google Plus

About zero

“Dari Sufyan bin Abdullah radhiyallaahu’anhu, ia berkata: aku berkata wahai Rasulullah! Katakanlah padaku tentang islam dengan sebuah perkataan yang mana saya tidak akan menanyakannya kepada seorang pun selain kepadamu. Nabi Shalallaahu Alaihi Wassalaam menjawab: “katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian jujurlah kepada iman-mu(istiqamah)." Hadist Riwayat Muslim