google-site-verification:google853a3110870e4513.html Membentengi Diri di Tengah Kompetisi Materialisme - Hikmah

Translate

Membentengi Diri di Tengah Kompetisi Materialisme

Pengantar

Di tengah perkembangannya masyarakat industri, selain memunculkan kemajuan teknologi juga berimplikasi munculnya nilai-nilai baru dalam masyarakat, salah sau nilai yang berkembang dan banyak diminati adalah nilai materialisme.

Menurut KBBI, materialisme berarti pandangan hidup yang menjadikan segala sesuatu yang dikejar manusia dalam hidup hanya kebendaan saja atau yang dapat diindra. Sehingga, materialisme adalah pandangan hidup yang menjadikan kenikmatan material (harta benda, wanita, anak, kekuasaan) sebagai ukuran yang dikejar mati-matian dalam hidup.

Sebab orang tertarik pada materialisme karena secara alamiah manusia membutuhkan materi untuk hidup dan dari materi manusia mendapatkan berbagai kenikmatan hidup. Misalnya dengan memiliki uang maka kita bisa mendapatkan dan memilih berbagai makanan, memiliki berbagai fasilitas untuk memenuhi kebutuhan dari pakaian, rumah, mobil, barang elektronik, bahkan mendapat pujian dari lingkungan sosial. Dan semakin tinggi materi yang kita miliki maka semakin tinggi kuantitas dan kualitas kenikmatan yang bisa kita peroleh.

Allah-pun telah menegaskan sifat kemenarikan materi dalam Q.S. Ali Imran ayat 14 yang artinya.

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan ladang sawah. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”

Materialisme di masyarakat bukan hanya menjadi nilai personal, tetapi juga menjadi sebuah nilai masyarakat. Bagi mereka yang menjadikan materialisme menjadi sebagai nilai dalam hidupnya, materi tidak hanya dipandang sebagai sarana untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan beribadah kepada Allah. lebih dari itu, materi dipandang sebagai nilai yang harus diperjuangkan, dibanggakan, disebarluaskan, dikompetisikan menjadi standart utama kesuksesan hidup.

Dalam tulisan pada kesempatan ini, penulis ingin memaparkan bagaimana wujud kompetisi materialisme, dampak kemudhorotannya cara membentengi diri agar terhindar dari kompetisi nilai materialisme yang ada di masyarakat.


Wujud Kompetisi Nilai Materialisme

Kompetisi dapat diartikan dengan perlombaan untuk meraih sesuatu, dalam sistem kompetisi ada komponen: tujuan kompetisi / standart kemenangan, perilaku kompetisi, peserta kompetisi dan reward. sedangkan bentuk sistem kompetisi yang dibuat oleh materialisme, menurut penulis memiliki ciri-ciri:

1. Tujuan atau standart kemenangan sistem kompetisi Materialisme adalah kuantitas dan kualitas benda. (Mobil, Rumah, Harta, Jabatan, Pasangan, Anak, dll)

Orang-orang yang berkompetisi dalam sistem materialisme akan menjadikan materi sebagai ukuran kesuksesan, ukuran kemajuan dilihat dari sebeberapa banyak peningkatan materi yang dimiliki. setiap usaha diupayakan harus menghasilkan materi yang banyak. Bangga jika materi yang dimiliki besar, senantiasa menghitung peningkatan materi yang dimiliki. perilaku materialisme seperti ini sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Humazah ayat 1-3 yang artinya.
"Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela,(1) yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,(2) dia mengira bahwa harta itu dapat mengekalkannya.(3)"

2. Bentuk Perilaku Kompetisi Materialisme, baik terhadap diri sendiri dan orang lain.

Perilaku orang yang berkompetisi dalam materialisme diantaranya terhadap diri sendiri setiap perilakunya senantiasa diukur untung-rugi dari aspek material yang akan diterima. Merasa kalah jika materi yang dimiliki dalam jumlah sedikit. terhadap orang lain akan sering menceritakan pengalaman kenikmatan memiliki materi, menanamkan pandangan ketakutan terhadap kekurangan harta, benda dan fasilitas, harapannya akan semakin banyak orang yang mengikutinya. Setidaknya agar orang lain mau memahami perilakunya. Penulis pernah membaca biografi seorang yang dalam hidupnya diisi dengan memotivasi orang lain untuk bergabung dalam suatu usaha dengan menawarkan sukses kekayaan, mobil, dan rumah dalam waktu singkat sebagai ukuran kesuksesan utama kehidupan.

3. Reward dan Punishment agar kompetisi tetap berlangsung.

Agar kompetisi materialisme tetap langgeng di masyarakat maka diciptakannya reward dan punishment. bagi orang yang memiliki harta atau fasilitas yang lebih akan dibanggakan, dipuji dan pujian disebarkan, dijadikan figur untuk diikuti, ditempatkan dalam strata sosial tinggi, selalu mendapatkan pelayanan khusus. sebaliknya orang yang tidak punya materi dianggap rendah dalam strata sosial akan merasa minder, dilabeli sebagai orang yang tidak punya masa depan dan dianggap sebagai orag yang rugi karena usaha keras tapi mendapatkan materi sedikit.


Dampak dari Kompetisi Materialisme

1. Lunturnya Nilai Masa Depan Akhirat berganti dengan Nilai Materialisme

Orang yang terpengaruh atau ikut dalam kompetisi materialisme memiliki kecenderungan kecintaan besar pada materi. hal ini dapat mengakibatkan lunturnya idealisme akhirat karena godaan materi. Menurut Iskandar Al-Warisy dalam bukunya Perencanaan Masa Depan Akhirat, adanya orang-orang yang lebih menekankan pada kecintaan masa depan berupa harta, pekerjaan, kasih sayang, dan lain sebagainya akan kecenderungan lebih mengutamakan apa yang dicintainya tersebut dibandingakan dengan melaksanakan ajaran Islam. 

Hukum Cinta pada sesuatu pasti diiringi pengorbanan yang luar biasa, selalu ingin meraih hal tersebut, bahkan tidak ingin jauh / kehilangan dengan apa yang dicintainya.  jika yang menjadi kencintaan itu adalah materi maka dipastikan semua upaya akan diarahkan kesana (materi). waktunya akan dihabiskan untuk membicarakan, memikirkan, mengusahakan segala bentuk material yang diharapkan. interaksi dengan nilai maupun lingkungan Islam akan menjadi menurun sehingga luntur juga nilai keakhiratannya.

2. Potensi berlaku curang dalam usaha meraih materi yang diharapkan

Kompetisi materialisme mendorong orang untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya. bagi mereka yang tanpa di iringi pemikiran nilai-nilai islam dan etika yang baik, maka yang diharapkan hanyalah perolehan materi dalam waktu singkat dan cara-cara yang instan. tak jarang pada akhirnya jalan yang dipilih tidak mempertimbangan haram-halalnya dampak bagi orang lain dan dampak bagi pembangunan Islam. penulis beberapa kali menyaksikan bentuk kecurangan usaha demi mendapatkan keuntungan materi. Misalnya menipu ataupun mengurangi kualitas barang / jasa yang hendak ditawarkan.

3. Menjadi Orang yang Bakhil

Mereka yang sudah terjebak dalam kompetisi materialisme, akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar materi yang diharapkan. ke-bermakna-an/kepuasan batin terbesarnya adalah ketika materi tersebut berasil diraih dan merasa telah memberikan usaha maksimal. sehingga, ketika materi itu sudah diraih berpotensi muncul rasa enggan untuk mengeluarkan materi yang telah mereka perjuangkan dengan susah payah, terlebih jika dikeluarkan untuk tujuan-tujuan ibadah dimana tidak mendatangkan keuntungan secara materi. mereka menjadi bakhil / kikir terhadap materi yang mereka miliki, seakan tak sadar bahwa harta ini adalah karunia Allah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban diakhirat. sebagaimana dalam Q.S. Al Aa'diyat ayat 6-8 yang artinya.
" Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih pada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta."

4. Melahirkan masyarakat yang sombong dan hidup bermegah-megahan.

Orang yang mengikuti kompetisi materialisme ini mengupayakan sekuat tenaga, pikiran, energi, yang dimiliki untuk meraih material yang menyenangkan hatinya. setelah meraih materi, akan muncul perasaan bangga terhadap diri dan memandang bahwa segalanya adalah hasil upayanya semata dan bukan nikmat sarana yang datangnya dari Allah SWT. hal itulah pada akhirnya melahirkan sikap sombong. selain itu, kehidupan mereka bermegahan dalam menggunakan materianya, karena untuk meraihnya membutuhkan upaya yang sangat besar.

Dalam Al-Quran Allah SWT menggambarkan dampak orang yang sangat mencintai materi yang terbentuknya perilaku sombong dengan hartanya dan hidup bermegah-megahan, sebagaimana dalam Q.S. Al Qashash 76-82 tentang sejarah Qorun yang sangat mencintai hartanya, dalam surah tersebut Allah SWT menggambarkan Qorun adalah orang yang kaya raya, harta yang dimilikinya disimpan menggunakan kunci-kunci yang sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang-orang yang kuat.  Qorun sangat senang menunjukkan kunci-kunci berat dari harta yang dimilikinya kepada orang lain. 

Qorun sangat mencintai hartanya dan sering membanggakan harta yang dimilikinya. Dia melakukan parade keliling kota dengan membawa berbagai harta benda yang dimilikinya agar orang lain tepukau terhadap apa yang dia miliki. saat Qorun membanggakan hartanya, beberapa kaumnya menegurnya agar jangan membanggakan harta dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu yaitu (kebahagiaan) negeri akhirat dan jangan membuat kerusakan.

Namun Qorun justru menunjukkan kemegahannya dan berkata dengan bangganya bahwa harta itu semua diraih karena ilmu yang dimiliki. Dari perilaku dan perkataannya tersebut banyak orang-orang yang juga mencintai kehidupan dunia menjadi begitu terpukau atas apa yang dimiliki Qorun dan berharap serta berdoa agar meraih keberuntungan yang sama seperti Qorun. dari kesombongannya pada harta ini, bahkan membuat orang lain terpukau untuk mendapatkan harta, akhirnya Allah SWT membenamkan Qorun beserta rumahnya ke dalam bumi, Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah.



Cara Membentengi Diri dari Nilai Materialisme di Masyarakat

1. Memahami Sistem Kompetisi Allah terhadap Manusia

Sebagai upaya membentengi diri dari sistem nilai materialisme kita dapat menempuh jalan dengan memahami sistem kompetisi yang dibuat oleh Allah SWT, yang bisa dijadikan sebagai sistem kompetisi tandingan terhadap nilai materialisme. sistem kompetisi yang dibuat oleh Allah bisa kita lihat berikut ini :

Pertama, tujuan kemenangan dari kompetisi yang dibuat Allah adalah masa depan akhirat yang indah. Allah SWT memberikan Reward berupa surga dan Punishment berupa Neraka yang bersifat kekal, sebagai jaminan atas tiap perbuatan manusia selama didunia. Sehingga untuk mencapai tujuan itu tolak ukurnya / standartnya adalah dari karya / amal sholeh yang diberikan untuk pembangunan masyarakat yang menciptakan rahmat bagi seluruh alam, bukan dari banyaknya kepemilikan harta / kebendaan (materi).

Selain itu, Allah memberikan petunjuk jalan-jalan perilaku apa saja yang harus dilakukan manusia untuk memperoleh reward dari Allah tersebut, sebagaimana surah Al Qashash ayat 83 yang artinya "Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa." 

Kedua, peserta kompetisi Allah SWT adalah orang-orang yang beriman pada Allah, menjalankan segala perintahnya dan mereka yang mengikrarkan diri dalam setiap shalatnya. Berjuangnya hanya untuk memenuhi perintah Allah SWT sebagai satu-satunya Illah.

Ketiga, perilaku yang harus dilakukan dalam kompetisi tersebut antara lain: berlomba-lomba dalam menegakkan keadilan, menjauhi berbuat kerusakan, tidak menyombongkan diri, membelanjakan tiap materi yang dimiliki untuk mencari keridhaan Allah dan melakukan berbagai amal sholeh lainnya.

Q.S. Shaba ayat 37, Allah SWT berfirman yang artinya.
"Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun, tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda (disebabkan apa yang telah mereka kerjakan) dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga)."

Keempat, status sosial yang digunakan untuk mengukur orang adalah berasal dari amal sholeh / ketakwaannya, karena yang mulia di mata Allah adalah bukan orang yang mempuyai banyak harta, tetapi kualitas ketaqwaannya seperti dalam surah Al-Hujurat(49) ayat 13 yang artinya.

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

2. Menghayati kebermaknaan yang diperoleh bagi orang-orang yang mengikuti sistem kompetisi Allah

Dalam rangka menguatkan semangat berkompetisi mengejar masa depan akhirat, kita dapat melakukan penghayatan terhadap kebermaknaan apa saja yang diperoleh orang yang mengikuti kompetisi Allah. kita bisa menyaksikan Rasul beserta sahabatnya berjuang dijalan Allah hingga harta, benda, nyawa dikorbankan karena menghayati betul kebermaknaan yang mereka terima ketika berada dibarisan para pengejar cita-cita akhirat.

Kebermaknaan itu meliputi :

   a. Kebermaknaan akan mendapatkan balasan yang tiada ternilai, yakni Surga dari Allah SWT, yang kebahagiaannya kekal dan lebih besar dari segala bentuk kebahagiaan yang didapatkan di dunia.

   b. Kebermaknaan sebagai orang yang beruntung karena mengenal kebenaran dan berlomba-lomba dalam kebaikan bersama dengan orang-orang sholeh.

  c. Kebermaknaan karena menggunakan segala potensi yang dimiliki untuk menolong agama Allah, memberikan kebaikan bagi banyak orang dan tidak menjadi egois dalam menggunakan segala materi yang dimiliki.

  d. Kebermaknaan karena menggunakan materi yang dimiliki dengan cara-cara yang seimbang, sehingga tidak ada kekhawatiran merugikan orang lain ataupun mendapatkan kerugian ketika hari perhitungan di akhirat sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Baqarah 272 yang artinya.

"Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup dan kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)."

dilanjutkan dengan Q.S. Al Baqarah 274, yang artinya :
"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapatkan pahala disisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."

Sebenarnya masih banyak bentuk-bentuk kebermaknaan yang didapatkan jika mengikuti sistem kompetisi Allah. tetapi tidak mungkin semuanya penulis sampaikan disini. dengan menghayati kebermaknaan yang jauh lebih besar yang akan kita dapatkan jika kita mengikuti sistem kompetisi Allah, niscaya kita akan terhindar dari tawaran kompetisi materialisme yang ada di masyarakat.

3. Mendudukan kembali Posisi Materi dalam Kehidupan Manusia

Dalam rangka membentengi diri dari  godaan kompetisi nilai materialisme, kita bisa memahami dan menghayati kembali kedudukan materi sebagaimana kita diperintahkan untuk sebagai Khalifah fil Ardh, materi (harta, jabatan, dsb) memiliki kedudukan sebagai Sarana mengejar cita-cita Akhirat, sebagai karunia Allah yang harus disyukuri dan digunakan sebaik mungkin untuk menjalankan perintah Allah SWT dan bukan sebagai Tujuan Akhir dari kehidupan manusia.

Selain memahami kembali kedudukan materi, kita bisa melakukan perhitungan secara logis terhadap nilai kebahagiaan yang didapatkan dari upaya habis-habisan yang kita keluarkan untuk meraih berbagai wujud material tersebut dan kemudian membandingkan dengan hasil suka duka yang didapatkan setelah meraihnya.

Oleh :
Wahanani Mawasti & Tri Djoyo Budiono
Share on Google Plus

About Unknown

“Dari Sufyan bin Abdullah radhiyallaahu’anhu, ia berkata: aku berkata wahai Rasulullah! Katakanlah padaku tentang islam dengan sebuah perkataan yang mana saya tidak akan menanyakannya kepada seorang pun selain kepadamu. Nabi Shalallaahu Alaihi Wassalaam menjawab: “katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian jujurlah kepada iman-mu(istiqamah)." Hadist Riwayat Muslim