google-site-verification:google853a3110870e4513.html Hikmah dan Penyikapan Hoax dalam Dakwah. - Hikmah

Translate

Hikmah dan Penyikapan Hoax dalam Dakwah.

Seperti dalam QS. Al-Israa ayat 36 yang artinya:

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempuyai pengetahuan tentangnya (seperti sikap ikut-ikutan dan tidak menguji informasi terlebih dahulu). Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati (termasuk apa yang dipercaya dan informasi yang dibagikan), semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban."    
Maraknya hoax bernada islami (Dakwah) mengingatkan pada sejarah maraknya hadist-hadist palsu yang beredar dimasyarakat Islam masa pasca Khulafaur Rasyiddin. Mulanya faktor yang mendorong seseorang melakukan pemalsuan hadist adalah untuk kepentingan politik yaitu antara pendukung Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sofyan. Mereka melakukan berbagai upaya untuk memenangkan perjuangan mereka termasuk pembuatan hadist-hadist palsu. Kalangan musuh Islam tidak menyia-nyiakan pertentangan politik yang ada pada masa itu untuk juga menggunakan senjata hadist-hadist palsu dalam rangka menjatuhkan kekuatan Islam.

Dalam sejarah pembuatan hadist-hadist palsu selanjutnya semakin marak karena kepentingan ekonomi, menjilat kepada penguasa dan lain sebagainya. Bahkan sejumlah mubalig atau Ustadz beranggapan bahwa untuk kepentingan dakwah dapat saja dilakukan pembuatan hadist palsu. 

Maka perlunya mengetahui sejarah dan metode memahami hadist sehingga bukan tidak mungkin maraknya hoax bernada islami juga bisa ada motif kepentingan-kepentingan politik kelompok islam tertentu. atau kepentingan musuh-musuh islam yang berupaya menjatuhkan atau membuktikan bahwa umat islam mudah diperdaya/dibodohi, bahkan dapat memecah-belah umat Islam.

Ramainya hoax juga ditunjang keadaan sebagian umat islam yang tidak terbiasa berfikir kritis, lebih mengedepankan emosi dari pada rasional serta minimnya ilmu pengetahuan. oleh karenanya sebagai umat Islam yang rasional terhadap setiap informasi bernada islami di media sosial yang di indikasi hoax, perlu disikapi secara kritis. Artinya tidak serta merta menyebarkan (share) sebelum menguji kebenaran informasi tersebut. kebiasa dan kultur uji informasi yang akan dapat menimbulkan masyarakat kritis dan kuat, karena tidak mudah dimainkan oleh orang-orang yang ingin melemahkan islam.

Sebuah saran dari Ustadz Iskandar Al-Warisy dalam sebuah tausiyah, Beliau menyampaikan bagaimana metode menguji sebuah informasi yang dipandang masih relevan untuk diterapkan guna menguji informasi yang terindikasi hoax dengan menguji :

1. Uji Motif / Kepentingan dari penyebar Informasi.
2. Uji Konten / Isi Informasi dengan melalui perbandingan dengan konfirmasi ke ahli disampaikan ke publik dan sebagainya.
3. Uji Keterbukaan dengan media / sumber informasi.
4. Uji Posisi pelaku penyebar informasi.
5. Uji Rekam jejak pelaku penyebar informasi.
6. Uji Rekanan.

Fenomena Hoax untuk dakwah di media sosial adalah tantangan tersendiri bagi umat Islam Modern, ditengah beragaman arus pemikiran dan nilai-nilai/budaya yang tidak semuanya sesuai dengan ajaran Islam, seperti Liberalisme, Hedonisme, Materialisme dan sebagainya. Umat Islam juga di uji dengan pemikiran dan nilai-nila/budaya yang menggunakan informasi palsu, tetapi disajikan seolah benar dan bernada islami, Disinilah sikap kritis dan rasionalitas dibutuhkan.


Maka sebagai kewajiban umat islam haruslah menjadi umat yang mengedepankan akal dan ilmu, sehingga menjadi umat yang tangguh dan maju. sehingga pertanyaannya bagi kita semua adalah apakah tetap akan menjadi bagian umat yang ikut-ikutan dengan mudah berbagi tanpa mendalami / menguji informasi bernada islami terlebih dahulu ataukah menjadi bagian umat islam yang kritis dalam menerima informasi ?
by Abu Zelda
Share on Google Plus

About zero

“Dari Sufyan bin Abdullah radhiyallaahu’anhu, ia berkata: aku berkata wahai Rasulullah! Katakanlah padaku tentang islam dengan sebuah perkataan yang mana saya tidak akan menanyakannya kepada seorang pun selain kepadamu. Nabi Shalallaahu Alaihi Wassalaam menjawab: “katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian jujurlah kepada iman-mu(istiqamah)." Hadist Riwayat Muslim