google-site-verification:google853a3110870e4513.html Waspadai Logical Fallacy untuk Memecah Umat Islam - Hikmah

Translate

Waspadai Logical Fallacy untuk Memecah Umat Islam

Logical Fallacy atau kesalahan berlogika adalah alasan atau argumentasi yang salah dan menghasilkan sebuah miskonsepsi.


Logical fallacy itu adalah kesalahan berlogika seseorang yang menghasilkan sebuah ketidak-masuk-akalan, logical fallacy banyak ditemukan dalam perbincangan, diskusi, atau perdebatan.

Argumen pada logical fallacy sering menggunakan pola yang mengaburkan logika yang membuat suatu kesalahan (fallacy). Komponen kesalahan berlogika juga menyebar untuk mematahkan suatu argumen.

Berikut Beberapa unsur dari Logical Fallacies :


1. Argumentum ad Hominem

Menyerang orangnya bukan menjawab isinya. Ketika seseorang tidak dapat mempertahankan posisinya dengan evidence/ fakta/ reason, maka mereka mulai mengkritik sisi kepribadian lawannya.
Jadi, ad Hominem ini menyerang orangnya bukan argumennya.

Contoh :
A : Saya rasa atheis mempunyai hak untuk hidup yang sama seperti kita karena meraka juga memiliki HAM
B : Jadi, anda tetap membela mereka? saya rasa orang seperti anda adalah orang yang egois

Lihat argumen di atas? B bukan menyerang argumen A tapi malah menyerang pribadi A. Maka dari itu, kesalahan ini disebut argumentum ad hominem.


2. Argumentum ad Ignorantiam

Terjadi ketika kita mengatakan bahwa sesuatu itu BENAR karena tidak ada bukti yang mengatakan hal itu SALAH, atau sesuatu itu SALAH karena tidak ada bukti yang mengatakan hal itu BENAR.

Contoh :
A : Saya percaya orang di foto itu adalah orang dari masa depan karena pada jaman dahulu tidak ada teknologi secanggih itu.
B : Saya tidak percaya karena tidak ada orang yang pernah melihatnya secara langsung.

Kesimpulannya, orang itu bukanlah orang dari masa depan.

Jadi, B tidak percaya bahwa orang yang ada di foto adalah orang dari masa depan karena tidak ada orang yang mengaku pernah melihatnya. Singkatnya, B tidak percaya karena tidak ada bukti yang BENAR.


3. Appeal to Belief

Bila anda tidak memiliki kepercayaan, maka anda tidak akan mengerti. Bila seorang pendebat berdasarkan pada kepercayaan sebagai dasar dari argumennya, maka tiada lagi yang dapat dibicarakan dalam diskusi. Itu namanya bukan diskusi, tapi pemaksaan kepercayaan.
Fallacy jenis ini dapat dijumpai dalam perdebatan agama

A : Apa bisa anda buktikan adanya Tuhan? saya tidak percaya Tuhan karena tidak terlihat secara kasatmata. Jika Dia ada maka pasti kita semua bisa melihatnya.
B : Tuhan memang tidak terlihat namun saya percaya Dia pasti ada. Pokoknya saya percaya Tuhan itu ada, TITIK !


 4. Argumentum ad Crumenam

Fallacy ini timbul ketika uang/kekayaan/harta dipakai sebagai ukuran kebenaran suatu hal. Dengan kata lain, mereka yang benar adalah mereka yang kaya, atau sebaliknya.

Contoh :
A : Dia memang anak yang pintar karena nilainya rata-rata 9.
B : Jika dia memang pintar mengapa dia tidak kaya?

See? Jelas argumen B tidak logis dalam menanggapi A karena ukurannya adalah uang/harta. 


5. Argument from Adverse Consequences

Argumen bahwa pendapat lawan debat adalah salah, karena jika ia benar, maka akan terjadi hal-hal yang sangat buruk. Misalnya : Semua terdakwa pembunuhan terhadap istrinya di pengadilan haruslah bersalah, sebab jika tidak, maka para suami akan terdorong untuk membunuh istrinya.

Jadi, fallacy ini juga memaksakan kehendak karena khawatir jika membenarkan argumen lawan debat maka akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Jelas, argumen pada fallacy ini tidak akan relevan karena kita tidak dapat mengeneralisir suatu keadaan.


6. Bandwagon Fallacy

Menyimpulkan suatu ide adalah benar hanya karena banyak orang mempercayainya demikian. Hanya karena sekian banyak orang mempercayai sesuatu tidaklah membuktikan atau menyatakan fakta mengenai sesuatu.

Contoh :
A : Kalau begitu mengapa anda begitu mempercayai teori ini?
B : Saya percaya karena hampir 70% orang di dunia mempercayai teori tersebut.

Nah, jadi fallacy jenis ini lebih mementingkan kuantitasnya. Padahal belum tentu teori yang dianut B dan 70% orang adalah benar.


7. Non-Sequitur

Suatu konklusi/kesimpulan diambil tidak berdasarkan fakta atau premis.

Contoh :
1. Adi tinggal di hotel
2. Hotel itu mewah
kesimpulan : Hotel yang dimiliki Adi pasti mewah

1. Indra memakan makanan yang lezat
2. Makanan itu bernama pizza
kesimpulan : Makanan yang dibuat Indra adalah pizza yang lezat

Kesimpulan-kesimpulan di atas jelas ngawur dengan fakta atau premisnya. atau nama lainnya tidak nyambung antara kesimpulan dan faktanya.


8. Argumentum ad Novitatem / Antiquatem

Fallacy ini timbul ketika sesuatu dikatakan benar dan lebih baik karena merupakan hal yang baru (novitatem) atau sesuatu dikatakan benar dan lebih baik karena merupakan sesuatu yang sudah dipercaya dan digunakan sejak lama (antiquatem)

Contoh :
A : Kenapa kamu mengganti televisimu?
B : Karena televisi saya sudah tua. Jadi, saya membeli televisi yang baru. (Novitatem)

A : Untuk apa melakukan ritual kuno begitu?
B : Karena ritual ini sudah digunakan oleh manusia ribuan tahun lalu dan sampai sekarang belum bisa terhapus walaupun ada teknologi yang modern. (antiquatem)


9. Red Herring

Sang pendebat buru-buru mengalihkan perhatian / subyek pembicaraan. Nah, ini juga sering kita temukan dalam suatu perdebatan. Biasanya dilakukan pendebat saat argumennya dapat sepenuhnya terpatahkan oleh lawan debatnya atau saat ia sudah kehilangan konsistensi pada argumennya.


10. Circular Reasoning (Petitio Principii) 
Kesalahan dalam logika yang diakibatkan oleh repetisi dari penyataan dan kesimpulannya.

Misalnya: Orang yang bisa masuk SMA A pastilah orang yang pintar, sebab hanya orang pintar yang bisa masuk SMA A.

Selayaknya kita sebagai umat islam mawas diri dan tetap mengkedepankan wahyu dan akal agar tidak mudah terjebak pada kepentingan-kepentingan seseorang atau golongan yang justru menghindarkan kita dari nilai kebenaran. amien...
Share on Google Plus

About zero

“Dari Sufyan bin Abdullah radhiyallaahu’anhu, ia berkata: aku berkata wahai Rasulullah! Katakanlah padaku tentang islam dengan sebuah perkataan yang mana saya tidak akan menanyakannya kepada seorang pun selain kepadamu. Nabi Shalallaahu Alaihi Wassalaam menjawab: “katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian jujurlah kepada iman-mu(istiqamah)." Hadist Riwayat Muslim