Logical Fallacy atau kesalahan berlogika adalah alasan atau argumentasi yang salah dan menghasilkan sebuah miskonsepsi.
Logical fallacy itu adalah kesalahan berlogika seseorang yang menghasilkan sebuah ketidak-masuk-akalan, logical fallacy banyak ditemukan dalam perbincangan, diskusi, atau perdebatan.
Argumen pada logical fallacy sering menggunakan pola yang mengaburkan logika yang membuat suatu kesalahan (fallacy). Komponen kesalahan berlogika juga menyebar untuk mematahkan suatu argumen.
Berikut Beberapa unsur dari Logical Fallacies :
Menyerang orangnya bukan menjawab isinya. Ketika seseorang tidak dapat mempertahankan posisinya dengan evidence/ fakta/ reason, maka mereka mulai mengkritik sisi kepribadian lawannya.
Jadi, ad Hominem ini menyerang orangnya bukan argumennya.
Contoh :
A : Saya rasa atheis mempunyai hak untuk hidup yang sama seperti kita karena meraka juga memiliki HAM
B : Jadi, anda tetap membela mereka? saya rasa orang seperti anda adalah orang yang egois
Lihat argumen di atas? B bukan menyerang argumen A tapi malah menyerang pribadi A. Maka dari itu, kesalahan ini disebut argumentum ad hominem.
Terjadi ketika kita mengatakan bahwa sesuatu itu BENAR karena tidak ada
bukti yang mengatakan hal itu SALAH, atau sesuatu itu SALAH karena tidak
ada bukti yang mengatakan hal itu BENAR.
Contoh :
A : Saya percaya orang di foto itu adalah orang dari masa depan karena pada jaman dahulu tidak ada teknologi secanggih itu.
B : Saya tidak percaya karena tidak ada orang yang pernah melihatnya secara langsung.
Kesimpulannya, orang itu bukanlah orang dari masa depan.
Jadi, B tidak percaya bahwa orang yang ada di foto adalah orang dari masa depan karena tidak ada orang yang mengaku pernah melihatnya. Singkatnya, B tidak percaya karena tidak ada bukti yang BENAR.
Logical fallacy itu adalah kesalahan berlogika seseorang yang menghasilkan sebuah ketidak-masuk-akalan, logical fallacy banyak ditemukan dalam perbincangan, diskusi, atau perdebatan.
Argumen pada logical fallacy sering menggunakan pola yang mengaburkan logika yang membuat suatu kesalahan (fallacy). Komponen kesalahan berlogika juga menyebar untuk mematahkan suatu argumen.
Berikut Beberapa unsur dari Logical Fallacies :
1. Argumentum ad Hominem
Menyerang orangnya bukan menjawab isinya. Ketika seseorang tidak dapat mempertahankan posisinya dengan evidence/ fakta/ reason, maka mereka mulai mengkritik sisi kepribadian lawannya.
Jadi, ad Hominem ini menyerang orangnya bukan argumennya.
Contoh :
A : Saya rasa atheis mempunyai hak untuk hidup yang sama seperti kita karena meraka juga memiliki HAM
B : Jadi, anda tetap membela mereka? saya rasa orang seperti anda adalah orang yang egois
Lihat argumen di atas? B bukan menyerang argumen A tapi malah menyerang pribadi A. Maka dari itu, kesalahan ini disebut argumentum ad hominem.
2. Argumentum ad Ignorantiam
Contoh :
A : Saya percaya orang di foto itu adalah orang dari masa depan karena pada jaman dahulu tidak ada teknologi secanggih itu.
B : Saya tidak percaya karena tidak ada orang yang pernah melihatnya secara langsung.
Kesimpulannya, orang itu bukanlah orang dari masa depan.
Jadi, B tidak percaya bahwa orang yang ada di foto adalah orang dari masa depan karena tidak ada orang yang mengaku pernah melihatnya. Singkatnya, B tidak percaya karena tidak ada bukti yang BENAR.
3. Appeal to Belief
Bila anda tidak memiliki kepercayaan, maka anda tidak akan mengerti.
Bila seorang pendebat berdasarkan pada kepercayaan sebagai dasar dari
argumennya, maka tiada lagi yang dapat dibicarakan dalam diskusi. Itu namanya bukan diskusi, tapi pemaksaan kepercayaan.
Fallacy jenis ini dapat dijumpai dalam perdebatan agama
A : Apa bisa anda buktikan adanya Tuhan? saya tidak percaya Tuhan karena tidak terlihat secara kasatmata. Jika Dia ada maka pasti kita semua bisa melihatnya.
B : Tuhan memang tidak terlihat namun saya percaya Dia pasti ada. Pokoknya saya percaya Tuhan itu ada, TITIK !
Fallacy jenis ini dapat dijumpai dalam perdebatan agama
A : Apa bisa anda buktikan adanya Tuhan? saya tidak percaya Tuhan karena tidak terlihat secara kasatmata. Jika Dia ada maka pasti kita semua bisa melihatnya.
B : Tuhan memang tidak terlihat namun saya percaya Dia pasti ada. Pokoknya saya percaya Tuhan itu ada, TITIK !
4. Argumentum ad Crumenam
Fallacy
ini timbul ketika uang/kekayaan/harta dipakai sebagai ukuran kebenaran
suatu hal. Dengan kata lain, mereka yang benar adalah mereka yang kaya,
atau sebaliknya.
Contoh :
A : Dia memang anak yang pintar karena nilainya rata-rata 9.
B : Jika dia memang pintar mengapa dia tidak kaya?
See? Jelas argumen B tidak logis dalam menanggapi A karena ukurannya adalah uang/harta.
Contoh :
A : Dia memang anak yang pintar karena nilainya rata-rata 9.
B : Jika dia memang pintar mengapa dia tidak kaya?
See? Jelas argumen B tidak logis dalam menanggapi A karena ukurannya adalah uang/harta.
5. Argument from Adverse Consequences
Argumen
bahwa pendapat lawan debat adalah salah, karena jika ia benar, maka
akan terjadi hal-hal yang sangat buruk. Misalnya : Semua terdakwa pembunuhan
terhadap istrinya di pengadilan haruslah bersalah, sebab jika tidak,
maka para suami akan terdorong untuk membunuh istrinya.
Jadi, fallacy ini juga memaksakan kehendak karena khawatir jika membenarkan argumen lawan debat maka akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Jelas, argumen pada fallacy ini tidak akan relevan karena kita tidak dapat mengeneralisir suatu keadaan.
Jadi, fallacy ini juga memaksakan kehendak karena khawatir jika membenarkan argumen lawan debat maka akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Jelas, argumen pada fallacy ini tidak akan relevan karena kita tidak dapat mengeneralisir suatu keadaan.
6. Bandwagon Fallacy
Menyimpulkan
suatu ide adalah benar hanya karena banyak orang mempercayainya
demikian. Hanya karena sekian banyak orang mempercayai sesuatu tidaklah
membuktikan atau menyatakan fakta mengenai sesuatu.
Contoh :
A : Kalau begitu mengapa anda begitu mempercayai teori ini?
B : Saya percaya karena hampir 70% orang di dunia mempercayai teori tersebut.
Nah, jadi fallacy jenis ini lebih mementingkan kuantitasnya. Padahal belum tentu teori yang dianut B dan 70% orang adalah benar.
Contoh :
A : Kalau begitu mengapa anda begitu mempercayai teori ini?
B : Saya percaya karena hampir 70% orang di dunia mempercayai teori tersebut.
Nah, jadi fallacy jenis ini lebih mementingkan kuantitasnya. Padahal belum tentu teori yang dianut B dan 70% orang adalah benar.
7. Non-Sequitur
Suatu konklusi/kesimpulan diambil tidak berdasarkan fakta atau premis.
Contoh :
1. Adi tinggal di hotel
2. Hotel itu mewah
kesimpulan : Hotel yang dimiliki Adi pasti mewah
1. Indra memakan makanan yang lezat
2. Makanan itu bernama pizza
kesimpulan : Makanan yang dibuat Indra adalah pizza yang lezat
Kesimpulan-kesimpulan di atas jelas ngawur dengan fakta atau premisnya. atau nama lainnya tidak nyambung antara kesimpulan dan faktanya.
Contoh :
1. Adi tinggal di hotel
2. Hotel itu mewah
kesimpulan : Hotel yang dimiliki Adi pasti mewah
1. Indra memakan makanan yang lezat
2. Makanan itu bernama pizza
kesimpulan : Makanan yang dibuat Indra adalah pizza yang lezat
Kesimpulan-kesimpulan di atas jelas ngawur dengan fakta atau premisnya. atau nama lainnya tidak nyambung antara kesimpulan dan faktanya.
8. Argumentum ad Novitatem / Antiquatem
Fallacy ini timbul ketika sesuatu dikatakan benar dan lebih baik karena
merupakan hal yang baru (novitatem) atau sesuatu dikatakan benar dan
lebih baik karena merupakan sesuatu yang sudah dipercaya dan digunakan
sejak lama (antiquatem)
Contoh :
A : Kenapa kamu mengganti televisimu?
B : Karena televisi saya sudah tua. Jadi, saya membeli televisi yang baru. (Novitatem)
A : Untuk apa melakukan ritual kuno begitu?
B : Karena ritual ini sudah digunakan oleh manusia ribuan tahun lalu dan sampai sekarang belum bisa terhapus walaupun ada teknologi yang modern. (antiquatem)
Contoh :
A : Kenapa kamu mengganti televisimu?
B : Karena televisi saya sudah tua. Jadi, saya membeli televisi yang baru. (Novitatem)
A : Untuk apa melakukan ritual kuno begitu?
B : Karena ritual ini sudah digunakan oleh manusia ribuan tahun lalu dan sampai sekarang belum bisa terhapus walaupun ada teknologi yang modern. (antiquatem)
9. Red Herring
Sang pendebat buru-buru mengalihkan perhatian / subyek pembicaraan. Nah,
ini juga sering kita temukan dalam suatu perdebatan. Biasanya dilakukan
pendebat saat argumennya dapat sepenuhnya terpatahkan oleh lawan
debatnya atau saat ia sudah kehilangan konsistensi pada argumennya.
10. Circular Reasoning (Petitio Principii)
Kesalahan dalam logika yang diakibatkan oleh repetisi dari penyataan dan kesimpulannya.
Misalnya: Orang yang bisa masuk SMA A pastilah orang yang pintar, sebab hanya orang pintar yang bisa masuk SMA A.
Misalnya: Orang yang bisa masuk SMA A pastilah orang yang pintar, sebab hanya orang pintar yang bisa masuk SMA A.
Selayaknya kita sebagai umat islam mawas diri dan tetap mengkedepankan wahyu dan akal agar tidak mudah terjebak pada kepentingan-kepentingan seseorang atau golongan yang justru menghindarkan kita dari nilai kebenaran. amien...