google-site-verification:google853a3110870e4513.html Apakah Iman adalah Dogma atau Realitas ? - Hikmah

Translate

Apakah Iman adalah Dogma atau Realitas ?


Pengertian IMAN secara bahasa artinya PERCAYA,

"Sedangkan tiap-tiap kepercayaan yang logis senantiasa didasari oleh tahu,
ketahu-an atau pengetahuan, Baik secara langsung maupun tidak langsung."

Sangat tidak logis bahkan mustahil suatu kepercayaan tidak didasari oleh pengetahuan.

Contohnya yaitu:

Seseorang yang tidak percaya bahwa manusia dapat ke bulan, ketika ditanya apa alasan sampai tidak percaya bahwa manusia dapat ke bulan, orang tersebut menjawab tidak tahu. Sebaliknya seseorang yang percaya bahwa manusia bisa ke bulan, ketika ditanya apa alasannya orang tersebut menjawab tidak tahu.

Logikanya tidak tahu pasti melahirkan ketidaktahuan, tahu melahirkan pengetahuan, mustahil ketidaktahuan melahirkan ketahuan / pengetahuan atau tahu melahirkan ketidaktahuan.

Orang yang memaksakan suatu keilmuan tanpa pengetahuan, tidak ubahnya seperti orang yang terkena penyakit gila.

Ciri orang yang terkena penyakit gila ialah: mudah mengeluarkan kepercayaan-kepercayaan dalam bentuk ucapan tanpa didasari oleh pengetahuan / sains.

Kata iman sifatnya masih umum, oleh karena itu dapat dikembangkan dalam berbagai sub-sub keimanan.

Pada istilah hadist atau fiqih, dikatakan iman itu memiliki berbagai cabang.
Sebagai contoh seseorang yang mengimani alam, memiliki berbagai sisi antara lain mengimani keberadaannya, sebab yang mengadakannya, isinya, sifat-sifatnya, masing-masing isi sifatnya, interaksi pada integrasinya, fungsi-fungsinya, dan sebagainya.

Jadi pengetahuan adalah ibu yang melahirkan zygot keimanan.

Seseorang yang memiliki pengetahuan dan megimani pengetahuannya secara alamiah akan mendapatkan keharusan untuk melaksanakan keimanannya, baik yang bersifat percaya maupun tidak percaya.

Sebagai contoh seseorang yang mempercayai orang lain sebagai ayahnya atau ibunya, baik direkturnya atau mungkin musuhnya; diatas kepercayaan tersebut orang yang bersangkutan harus melakukan keharusan-keharusan,

Misalnya apabila orang tersebut mempercayai orang lain sebagai ibunya, niscaya ia tidak boleh mengawininya, melainkan wajib menghormatinya dan berhak atasnya harta waris.

Sehingga sebelum seseorang beriman hendaknya orang itu berilmu dengan pendekatan sains sehingga ia beramal sesuai dengan konsekuensi keimanan dirinya agar tidak terombang-ambing oleh kepentingan tikus-tikus berdasi dan berpeci atau bahkan bergamis.
Share on Google Plus

About Unknown

“Dari Sufyan bin Abdullah radhiyallaahu’anhu, ia berkata: aku berkata wahai Rasulullah! Katakanlah padaku tentang islam dengan sebuah perkataan yang mana saya tidak akan menanyakannya kepada seorang pun selain kepadamu. Nabi Shalallaahu Alaihi Wassalaam menjawab: “katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian jujurlah kepada iman-mu(istiqamah)." Hadist Riwayat Muslim