google-site-verification:google853a3110870e4513.html Memecah Belah Umat Islam dengan Kritik Provokasi - Hikmah

Translate

Memecah Belah Umat Islam dengan Kritik Provokasi


“Hai orang-orang beriman janganlah suatu kaum mengolok olok kaum yang lain. Bisa jadi kaum yang diperolok-olok itu bisa jadi lebih baik dari mereka. Jangan pula perempuan-perempuan mengolok-olok perempuan lain, bisa jadi yang diolok lebih baik dari yang mengolok. Jangan pula kami saling mencela satu dengan lainnya. Jangan pula memanggil dengan gelar yang buruk... barang siapa tidak bertobat maka mereka itu orang-orang yang dholim” (Surat Al-Hujurat ayat 11)


1A. Pengertian Provokasi
Saya ingin membahas pengertian dari beberapa pendekatan.

a. Contoh-contoh kasus
Dalam berita media cetak sering menyampaikan “polisi menangkap provokator pada demonstrasi mahasiswa, atau menangkap provokator pembakaran masjid di papua, dls”

Dari kasus-kasus diatas, pengertian provokasi dapat kita pahami kurang lebihnya sebagai berikut:
1. Seseorang yang mempengaruhi atau menghasut orang lain agar membenci dan marah kepada orang yang menjadi musuhnya/lawannya/kompetitornya.

2. Hasutan itu teknis operasionalnya sangat banyak, kadang berupa fitnah, memelintir informasi, memberikan pemaknaan yang buruk atau memberikan data yang tidak imbang.

3. Sasaran hasutan biasanya orang-orang yang jauh dari obyek fitnah atau orang-orang yang pernah ada masalah dan konflik dengan obyek.

4. Setiap hasutan pada ada sasaran akhir yang biasanya tidak terungkap (motif) kalau kita dengan kompetitor sekolah tujuan akhirnya adalah kita disingkirkan. Syiah Sampang tujuan akhirnya disingkirkan dari tempat tinggalnya. Kalau pemilihan lurah, tujuan akhir hasutan agar publik tidak memilih lurah kompetitornya.

5. Komunikasi hasutan itu ada yang sifatnya tuduhan-tuduhan membuat letupan-letupan kebencian, sifatnya insidentil disesuaikan dengan momentnya. Seperti ungkapan “manajemen itu sejak dulu seperti itu, tidak profesional, tidak mengakomodasi tenaga muda, membela si A dan si B, karakternya penjilat, tidak adil, dsl”.

Seperti diskusi keilmuan, dibuat setting yang mengesankan ilmiah, cirinya tidak menghadirkan pembanding yang mengetahui data-data riil terhadap tema yang diangkat. Dan pendengar juga tidak mengetahui data dan pengetahuan tentang tema-tema yang diangkat.

6. Hasil hasil diskusi provokasi dengan setting ilmiah, tidak pernah disampaikan ke sasaran yang dibidik. Seperti rasan-rasan, orang yang dirasani tidak pernah mengetahui. Dis


2A. Pengertian Kritik
Saya juga menggunakan pendekatan sosiologis agar substansi pengertian dapat dipahami. Misalkan suatu perusahaan punya seorang manajemen yang punya target keuntungan 3 kali lipat dari tahun sebelumnya. Ia memiliki 5 departemen dan 10 orang karyawan.

Misalkan suatu kebijakan manajemen dipandang gaji karyawannya terlalu kecil oleh 2 departemennya atau sebagian karyawannya. Melihat kondisi itu kedua departemen itu mencoba melakukan analisis dampak-dampak yang ditimbulkan dalam hubungan semangat kinerja karyawan dan produk yang dihasilkan, ternyata hasilnya negatif.

Lalu mereka mendatangi pimpinan dan memberikan masukan dan pemecahan masalah gaji. Lalu manajemen juga menyampaikan keuangan perusahaan, yang tidak mungkin dinaikkan. Disini terjadi diskusi yang baik untuk mendapatkan pemecahan agar perusahaan selamat dan gaji karyawan tidak terlalu jauh dari umum.

Kebetulan departemennya baik dan berdedikasi, jadi mereka tidak diam-diam melakukan provokasi terhadap karyawan supaya demo atau keluar dari perusahaan biar manajemennya diganti komisaris perusahaan.

Begitu juga ketika karyawan meminta perubahan gaji. Secara struktural ia menyampaikan alasan dan pertimbangan kenaikan. Disini lahir diskusi yang baik antara pimpinan dan karyawan.

Ketika kesepakatan tidak tercapai, kalau menaikkan gaji perusahaan akan rugi dan tutup akibatnya karyawan juga tidak mendapatkan penghasilan. Sebaliknya kalau gaji tidak dinaikkan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan primer. Hukum alamnya ada dua jalan, dilihat dari sisi karyawan, keluar mencari pekerjaan baru atau melakukan pemaksaan dengan tekanan lewat kritik-kritik atau demo.

Dari fenomena sosiologis itu dapat diketahui, dalam kehidupan berorganisasi ketika ada masalah dan perbedaan, menggunakan jalan dialog ilmiah. Ketika jalan itu tidak ada kesepakatan harus dikembalikan kepada ketentuan yang sudah disepakati. Tidak menggunakan jalan pemaksaan atau tekanan baik lewat kritik, demo atau kekerasan.

Contoh dalam dunia legislatif disana diatur kalau ada masalah diselesaikan lewat dialog sampai mencapai kesepakatan atau voting. Dalam dunia militer kalau ada masalah dan tidak bisa dipecahkan harus kembali kepada pimpinan.

Saya tidak bahas perangkat dan komunikasi dialog ilmiah untuk pemecahan masalah. Tapi langsung aja ke kritik.

Secara tinjauan logika, kritik tidak mungkin lahir dalam organisasi keagamaan atau negara dimana keadilan, keterbukaan saluran keluhan warga dibuka seluas-luasnya, dan ada aturan ketika permasalahan tidak mencapai sepakat.

Seperti pemecahan masalah dalam kasus hukum. Orang jika keberatan terhadap putusan pengadilan negeri, negara membuka saluran lewat banding ke pengadilan negeri sampai mahkamah agung bahkan bisa melakukan grasi. Begitu juga ketika ada masalah kasus keberatan pemenangan pemilu pada suatu daerah ada salurannya ke mahkamah konstitusi.

Maka dalam hal penyampaian kritik akan lebih bermanfaat dan sesuai koridor jika disampaikan dengan jalur resmi yang telah disepakati bersama. Namun jika standart prosedur penyampaian kritik tidak dalam standart prosedur bisa jadi kritik itu adalah bentuk provokasi yang dapat menghancurkan sendi-sendi struktural.

Seperti dalam kasus PKI dalam memecah belah Sarekat Islam (SI). Awalnya Sosialis-komunis disebarkan oleh Sneevliet, tapi tidak laku dikalangan masyarakat karena dianggap tidak berakar dari pemikiran pribumi.

Komunisme kemudian mencoba menggunakan strategi “blok dari dalam”. Mereka menyusup dan mempengaruhi tokoh-tokoh muda SI, seperti Semaoen, Tan Malaka, Darsono maupun Alimin. SI pecah jadi “SI putih” pimpinan Tjokro dan “SI Merah” pimpinan Semaoen.

Anehnya SI sangat merasa paling memperjuangkan Islam dan justru SI putih dianggap lemah dan tidak revolusioner. Komunis memang cerdik, ia juga berusaha menyusupkan kelompoknya pada SI putih yang seakan akan tetap membela cita-cita SI putih.

Para pengikut SI putih tidak menyadari secara jeli, bahwa ia telah disusupi dan diporak-porandakan oleh kekuatan asing. Mereka merasa kawan-kawannya itu masih satu perjuangan, satu pemikiran dan satu akar ideologi. Padahal itu adalah musuh-musuh mereka itu sendiri.

Perpecahan ini menyebabkan umat Islam tidak bisa bersatu, dan alumnus SI semuanya memiliki jalan yang berbeda-beda dalam mewujudkan cita-cita dan mendirikan organisasi sendiri-sendiri. Inilah harapan komunis.

dengan perpecahan, maka akan sangat mudah PKI untuk memberangus kekuatan Islam pada masa itu.

Mengaca pada yang dialami oleh umat islam saat ini sangat mungkin ada kekuatan asing yang sedang bermain didalam umat ini.

Kekuatan asing itu, jelas berusaha menjadikan kekuatan para pemuda yang bahkan mereka memiliki figure dan pengaruh yang lumayan diorganisasi keagamaan ini.

Mereka yang sejak kecil dibina dan diberi lahan aktualisasi dan pekerjaan didalam organisasi ini.

Berhati-hatilah kita atas musuh dalam selimut, kawan...

-Tausiyah IAW-
Share on Google Plus

About Unknown

“Dari Sufyan bin Abdullah radhiyallaahu’anhu, ia berkata: aku berkata wahai Rasulullah! Katakanlah padaku tentang islam dengan sebuah perkataan yang mana saya tidak akan menanyakannya kepada seorang pun selain kepadamu. Nabi Shalallaahu Alaihi Wassalaam menjawab: “katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian jujurlah kepada iman-mu(istiqamah)." Hadist Riwayat Muslim